Oleh: Yadi Yasin (116383) 19 tahun yang lalu
Perang Pandan yang baru saja dilakukan di desa Bali Aga Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karang Asem, adalah merupakan sebuah prosesi ritual menuju kedewasaan bagi para pemuda/taruna (kaum truna) agar mereka lebih mengerti dan memahami akan kehidupan ini di mana tidak semua berjalan dengan mudah, segala sesuatunya membutuhkan pengorbanan, kerja keras dan perjuangan. Prosesi ini juga mengajarkan para truna tersebut untuk tidak memendam dendam dan bersifat kestaria, karena pertandingan yang dilakukan, kadang melawan teman atau sahabat sendiri, bukan untuk meraih hadiah atau kejuaraan, tapi lebih merupakan proses pendewasaan. Dan pada kenyataannya Perang pandan ini juga dilakukan tidak hanya oleh para truna, tapi juga diikuti oleh para dewasa bahkan yang sudah kakek2 sekalipun…. Mungkin hanya for fun atau untuk menunjukan dan memberi contoh bagi para truna. Perang Pandan pada tahun ini di lakukan pada tanggal 15 & 16 Juni 2005, dan dilakukan rutin setiap tahun. Perang Pandan hari pertama, sebetulnya adalah Perang Pandan yg sesungguhnya, dilakukan di atas tanah dengan peserta yang jauh lebih banyak dan juga diikuti para truna dari desa sekitar desa Tenganan. Sedangkan Perang Pandan hari kedua, lebih di tujukan untuk konsumsi turis dimana perang dilakukan di atas panggung setinggi kurang lebih setengah meter, sehingga lebih mudah untuk dilihat/disaksikan.
Bagi yang pernah ke Desa Tenganan sebelumnya, ada sedikit perbedaan, pada saat kita memasuki desa ini, yaitu adanya bangunan kayu berbentuk komidi putar yang di didirikan di sepanjang jalan dari arah bawah menuju keatas. Kurang lebih ada 6 buah, dari yang cukup besar dan bertingkat, sampai yg kecil.
Tentu saja, permainan yg nantinya merupakan sebuah bentuk simbolis naik turunnya kehidupan tidak disia-siakan oleh anak-anak atau para remaja untuk di jadikan ajang hiburan gratis dan murah, tentunya bagi yang bernyali besar.
Perang pandan baru dimulai siang hari. Banyak yang harus dilakukan oleh penduduk setempat untuk mempersiapkan acara tersebut, diantaranya memotong daun pandan. Daun-daun pandan yang sudah dipotong2 dengan ukuran panjang tertentu untuk dibuat “senjata” dikumpulkan di suatu tempat
Tidak hanya pemuda/remaja (truna) yang ikut. Anak-Anak inipun akan ikut dalam Perang Pandan.
Menantang lawan
Daun-daun pandan yang sudah menjadi senjata sedang dipilih-pilih oleh seorang truna. Senjata pandan dibuat dgn menggabungkan/menumpuk 5-6 lembar daun pandan dan diikat dgn seutas tali/rumput/ilalang kering.
Dalam Perang Pandan, seorang taruna akan dipersenjati dgn sebuah senjata daun pandan dan sebuah tameng
Kumpul2 sebelum perang di mulai
Seorang anak mencoba untuk membersihkan duri2 dari daun tempat akan di pegang untuk mengurangi rasa sakit saat di genggam.
Prosesi pembagian arak sebelum di mulainya perang Pandan.
Dan perang pun dimulai
Sepotong bambu panjang yang dililit dgn daun pandan di pergunakan sebagai pembatas arena, agar penonton atau fotografer nekad tidak bisa menerjang masuk
Perang berlangsung seru dan bersemangat, kadang jurus-jurus nomplok seperti di gulat professional WWF juga dipergunakan :D
Jadi harus segera dilerai, sebelum menjurus ke gulat yg lain ;))
Saat pandan di besetkan ke badan… perih!
Darah pun mulai mengucur dari tubuh penuh luka dari para truna
Semakin sore, debu semakin banyak dan sisa-sisa daun pandan pun berceceran di tengah arena, yang mungkin juga menyakitkan jika terinjak kaki telanjang. Tetapi para truna tetap bersemangat.
Juga kadang harus dipisahkan sebelum menjurus menjadi pertarungan terbuka.
Atau gulat bebas tanpa aturan
Setelah usai Perang pandan, para truna menikmati sajian makanan yang telah di sediakan, yang terdiri dari nasi dan lauknya, ketan, pisang, dll, sebagai bagian dari prosesi ini.
Anak-anak itu pasti sangat kehausan, setelah laga yang mereka lakukan.
Oleh: Kristupa W Saragih (176444) 19 tahun yang lalu
Wah, mantap nih reportasenya, Mas Yadi... Disusun yang rapi plus foto-foto dan di-submit sebagai artikel, Mas. Kalau bisa dwi-bahasa, malah bisa dimanfaatkan sebagai ajang promosi budaya kita ke orang asing melalui FN.
Untuk mengobati luka mereka, merekapun di olesi oleh ramuan berwarna kuning seperti kunyit. Mungkin sebagai anti-septic alami karena terasa perih dan mereka berteriak ketika dioleskan.
Inilah para remaja putri yang menyaksikan para truna berlaga
Mereka berbaris rapi, untuk mengikuti prosesi mereka sendiri yang akan dilakukan remaja putri ini yaitu menaiki ayunan berputar yang terbuat dari kayu seperti yg telah di jelaskan di atas.