Hak cipta karya foto ada pada fotografer dan dilindungi oleh undang-undang.
R Bagas Kara Arya P.P (27480)
Masih dari Bogota (Bogor Kota) di daerah Pancasan. Pengrajin gong di Bogor, Jawa Barat, mencoba terus bertahan meski peminat alat musik tradisional itu sudah sangat berkurang. Menjaga usaha yang turun-temurun dan melestarikan budaya merupakan alasan utama pengrajin di Jl. Pancasan, Kota Bogor, itu terus berproduksi. "Kami tetap memproduksi walaupun tidak ada pesanan, nantinya gong ini akan disimpan, siapa tahu saja ada yang datang dan membelinya," kata pemilik kerajinan gong, Nasukarna (81) kepada ANTARA, Sabtu. Sebagaimana pengrajin lain, usaha kerajinan gong Nasukarna ini juga warisan leluhurnya dan ia merupakan generasi keenam yang meneruskan usaha itu. "Kebanyakan pesanan datangnya dari musisi gambang kromong diantaranya dari Jakarta. Kini peminat kesenian tradisional gong sudah mulai menurun karena penikmat musik gambang kromong sudah mulai berkurang dan itu berimbas terhadap penjualan kami," kata dia. Selain Jakarta, pusat kerajinan gong yang diberi nama Gong Home itu juga pernah menerima pesanan dari Medan dan Bandung, bahkan hingga ke luar negeri seperti Jepang, Hawaii serta Belanda. "Kadang-kadang ada juga turis mancanegara datang dan membeli gong untuk cinderamata disamping pesanan untuk diekspor," tambah salah satu pengrajin gong. Harga satu set gong untuk kesenian gambang kromong dipatok sebesar Rp19 juta, sedangkan untuk Degung harga satu set mencapai Rp25 juta. Sedangkan harga per buahnya bervariasi yaitu berkisar antara Rp1,8 juta hingga Rp3 juta tergantung dari diameter gong tersebut. Harga gong berdiameter 45 cm sebesar Rp 1,8 juta dan gong berukuran 75 cm dihargai Rp3 juta. Selain itu adapula harga satu set alat yang bisa bernilai ratusan juta yaitu Gamelan Jawa dan Gamelan Bali. "Yang paling mahal itu harga gamelan Jawa yang mencapai Rp 200 juta, sedangkan gamelan Bali Rp120 juta," lanjut dia. Nasukarna telah menekuni profesi sebagai pengrajin gong sejak tahun 1945 dan saat ini dibantu oleh putra sulungnya, Trisno (27). Bukan hanya pemilik, karyawan Gong Home yang berjumlah 18 orang pun juga bekerja secara turun temurun. "Bengkel Gong ini sekarang mempekerjakan 18 pegawai yang merupakan warga sekitar bengkel dan merupakan keturunan dari karyawan sebelumnya. Kalau dulu bapaknya yang kerja disini sekarang anaknya yang bekerja disini," kata Trisno. Jika pesanan sedang ramai, Gong Home bisa meraup keuntungan kotor hingga Rp70 juta. Tempat usaha kerajinan gong ini terdiri dari dua bangunan terpisah, bangunan yang terletak di depan merupakan tempat pembuatan bonang, kenong dan gong, sedangkan bangunan dibelakangnya merupakan tempat "finishing" dan pembuatan dudukan alat-alat degungan.
11 tahun yang lalu
dahsyat HI nya om..eksekusinya pas.. salam
lightingnya top...
low lightnya ajib om tp detail fotonya di prjls donk bt bljr kita2
kereen nih,,,cm sy tdk melihat bahwa ini pembuatan gong hanya tau dari judul,,,diluar itu semua kereenn,,,
lightingnya keren...
nice shot
nice moment.
nice capture, sungguh bercerita & memiliki kesan
lighting dan percikan bara apinya cakep...narasinya OK..lebih ok lagi kalu info Av,Tv &ISO disertakan Kang bwt pembelajaran spt kita2 ini..salam
lighting dan momen ajiibbbsss mas broo, keren fotonya