Oleh: Arbain Rambey (103716) 20 tahun yang lalu
Eddie Adams, fotografer jurnalistik ternama dunia, meninggal Minggu 19 September 2004 dalam usia 71 tahun. Kalau Anda lihat foto di bawah ini, Anda akan tahu siapa dia karena foto ini sangatlah terkenal.
Ini wajah dia dua tahun lalu.....
Ini karya dia tentang Ibu Theresa
Ini karya dia tentang pemusik Louis Armstrong
Ini karya dia saat Kennedy meninggal...
Ini tulisan saya saat dia datang ke Jakarta tahun 1994. Saya memotret dia dengan bagus (IMHO), tapi fotonya belum ketemu. Foto itu juga dimuat di Foto Media..... PENYESALAN SEORANG FOTOGRAFER PERANG SAIGON, pagi 1 Februari 1968. Hari itu adalah Hari Raya Tet yang dirayakan orang Vietnam, baik Utara maupun Selatan. Saat itu perang saudara masih berkecamuk, namun pihak Selatan mengira pada Hari Raya Tet tersebut tidak ada perang seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun kesunyian pagi terkoyak suara-suara letusan. Pasukan Vietnam Utara dan gerilyawan Vietcong ternyata sudah berada dalam kota Saigon. Penyerangan itu terkenal dengan nama Tet Offensive. Petang harinya pertempuran masih berkecamuk dan seorang fotografer muda dari kantor berita AP (Associated Press) menyelinap di antara gedung-gedung kota Saigon menjauhi pusat pertempuran. Di suatu tempat ia melihat serombongan marinir dan polisi Vietnam Selatan menggiring seorang tersangka Vietkong yang tangannya terikat di belakang. Lalu, kepala polisi Saigon yang bernama Nguyen Ngoc Loan tiba- tiba mencabut pistolnya. Saat itu pula sang wartawan dengan nalurinya menyiapkan kameranya. Pistol meletus di kepala sang tawanan, dan pada saat yang sama rana kamera sang fotografer membuka. Sebuah gambar yang mengubah opini dunia dan mengejutkan mansyarakat AS tentang kotornya perang Vietnam telah terjadi. Foto yang kemudian terpampang di segala media massa di dunia, memenangkan hadiah Pulitzer tahun 1969. Suatu hadiah foto jurnalistik yang paling bergengsi di dunia sampai saat ini. "Perang itu seharusnya tidak terjadi. Amerika seharusnya tidak terlibat di sana," kata Eddie Adams sang fotografer itu dengan wajah muram, Jumat (8/7) di kamar hotelnya di Jakarta kepada Kompas. Adams memang selalu menyesali perang walau setelah perang Vietnam ia masih terlibat meliput beberapa perang lagi. "Perang Teluk lalu adalah liputan perang saya yang ketigabelas," kata Adams tanpa bermaksud membanggakan diri. Sebenarnya Adams boleh membanggakan diri karena dalam usia yang 61 tahun ia masih meliput perang Teluk. Ia yang dilahirkan 12 Juni tahun 1933 ini bahkan sampai sekarang, walau sudah tidak bekerja di AP lagi, masih siap menerima assignment memotret apapun di manapun. Apakah ia tidak takut mati meliput perang ? "Siapapun takut mati. Namun kalau saya sudah memotret, saya hanya ingat untuk membuat foto bagus. Mertua saya pada usia 50 tahun selalu merasa ajalnya sudah dekat, dan benar ia meninggal tidak lama kemudian. Sedangkan ibu saya pada usia 91 tahun selalu merasa sehat, dan memang ia terus hidup sehat. Kita menentukan diri kita sendiri," katanya tentang falsafah hidupnya. "Saya dan Nguyen Ngoc Loan masih sering bertemu karena dia harus lari pindah AS akibat foto saya itu. Saya telah merusakkan hidupnya, menyulitkannya. Namun kami berdua saling mengerti bahwa kami masing-masing melakukan tugas, walau pahit," kenang Adams tentang peristiwa yang mengangkat namanya itu. BERBICARA di depan sekitar 40 fotografer Indonesia di seminar yang diadakan PT Inter Delta di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin, Eddie Adams sama sekali tidak berusaha menampakkan bahwa dirinya adalah salah seorang fotografer besar yang pernah ada. "Fotografer dan wartawan itu punya kuasa, namun sebaiknya kekuasaan jangan dimanfaatkan. Tetaplah invisible (tidak terlihat), dan jangan keluarkan kamera Anda kalau belum perlu benar. Kamera itu menakutkan orang," katanya. Untuk tidak menyolok itulah, Eddie selalu berpakaian hitam- hitam karena menurutnya warna putih sangat "menantang orang". Namun untuk mengimbangi pakaian hitam-hitamnya, ia selalu memakai topi yang sama agar orang mudah mengenalnya. Niat untuk bekerja tanpa menonjolkan diri ini pernah dibuktikannya beberapa kali. Namun pembuktian yang paling menyolok adalah kejadian saat ia memotret first lady AS Hillary Clinton. Pada tahun 1992 itu, Bill Clinton sedang berkampanye untuk mencalonkan diri sebagai presiden AS untuk menggantikan George Bush. Dan Adams mendapat tugas memotret Hillary yang menyertai suaminya berkampanye kemana-mana. Dan Hillary menolak Eddie Adams. Alasan Hillary adalah, dirinya bukanlah yang berkampanye. Suaminyalah yang harus difoto dan bukan dirinya. Ditolak demikian, Eddie tidak langsung mengenalkan diri sebagai Eddie Adams yang terkenal itu. Hillary memang tahu nama Eddie Adams namun tidak mengenal wajahnya. Dan Adams pun tidak langsung memanfaatkan ketenarannya. Yang dilakukan Eddie saat itu adalah merengek-rengek seakan wartawan baru yang butuh pekerjaan. Namun Hillary tetap menolak. "Dan saya memang tidak mendapatkan foto Hillary," kata Adams. Namun setelah Clinton dilantik menjadi presiden, Adams mengirimkan surat untuk bisa memotret keluarga Clinton, Bill dan Hillary. Permintaan diterima, dan datanglah Adams ke Gedung Putih. Begitu melihat Adams, Hillary lalu tertawa. Hillary tidak mengira bahwa yang beberapa bulan lalu merengek-rengek padanya itu adalah Eddie Adams yang terkenal. "Madam, that's different time and different place," kata Adams tentang rengekannya beberapa bulan sebelumnya kepada Hillary. NAMUN menaruh Eddie Adams semata sebagai wartawan perang adalah salah besar. Banyak bintang film pernah dipotret Adams seperti Jack Nicholson, Clint Eastwood dan banyak lagi dalam foto yang glamour. "Tidak ada pengkotak-kotakan dalam fotografi. Tidak ada fotografer khusus perang, dan tidak ada fotografer khusus model. Yang ada adalah fotografer. Titik," kata Adams yang dalam kunjungannya ke Jakarta ini juga menyempatkan diri mengadakan lokakarya pemotretan model, walau sejenak. Dan karya glamour Adams pernah terpampang di sampul berbagai media seperti di sampul majalah Time pada tahun 1976. Selain itu, esai fotonya tentang Mickey Hay, seorang anak yang menderita sakit aneh sehingga sangat cepat menjadi tua, pada tahun 1993 lalu merupakan salah satu esai foto yang terkenal. Kalau dia menghindari keterkenalannya, bagaimana caranya mendapatkan foto-foto eksklusif ? "Pakai ini," kata Eddie Adams sambil menunjukk ke dahinya, artinya pakailah akal. Beberapa tahun lalu sebelum Perang Teluk, Adams mendapat tugas memotret pada Raja di Timur Tengah. Waktu yang diberikan padanya hanyalah dua minggu, sedangkan jumlah Raja yang harus dipotretnya ada enam orang. Tiba di Kuwait sebagai negara pertama yang disinggahinya, Adams mendapatkan kenyataan sulitnya mendapat izin memotret Emir Kuwait. Menurut kementerian penerangan di sana, untuk memotret Emir Kuwait, diperlukan izin sebulan sebelumnya, dan itu pun belum tentu dikabulkan. Lalu Adams mengatakan kepada petugas di kementerian penerangan Kuwait bahwa ia telah memotret semua Raja di Timur Tengah kecuali Emir Kuwait. "Sayang sekali kalau Emir Kuwait adalah satu-satunya yang tidak terpotret untuk profil negara-negara Timur Tengah yang akan diterbitkan secara internasional," kata Adams dengan wajah "acuh-acuh butuh". Dan dua jam kemudian, keluarga Emir Kuwait telah selesai dipotretnya. Demikian pula yang dilakukannya dengan keenam Raja Timur Tengah lain. "Itu bukan menipu. Itu adalah salah satu cara meyakinkan orang," papar Adams. KUNCI keberhasilan Adams dalam fotografi yang lain adalah, selalu mempersiapkan diri pada situasi apapun. "Saya tidak percaya adanya keberuntungan. Semua terjadi akibat kerja keras. Namun harus diingat bahwa etika profesi harus dipegang dalam kerja keras kita. Kalau tidak, semua tidak ada gunanya," katanya menjawab pertanyaan tentang keberuntungan. Untuk kerja keras, Adams memang telah membuktikannya. Ia sama sekali tidak pernah belajar fotografi. Pada usia 16 tahun ia mencari uang di surat kabar Daily Dispatch yang terbit di Pennsylvania, AS, dan di sana pula ia melihat cara orang memotret untuk mempraktekkannya sendiri. Dan ayah empat anak, dua putra dan dua putri dari dua perkawinan ini, berpegang erat pada kenyataan bahwa foto lebih mudah dimengerti orang daripada berita. Karena itulah ia memilih menjadi fotografer daripada wartawan tulis. Tentang etika profesi, ia memberikan contoh tentang sebuah kejadian di perang Vietnam. "Saat itu saya dan satu peleton marinir sedang terjebak Vietcong, terpojok dihujani peluru. Di depan saya, seorang marinir muda sedang tiarap dan sangat ketakutan. Mimiknya memancarkan kengerian perang yang luar biasa, dan saya lalu ingin memotret mimik itu. Namun, karena saya juga ketakutan dan gemetaran, saya tidak mampu memencet kamera saya. Beberapa kali berusaha, saya nyaris berhasil memotret saat pikiran ini muncul. Saya berpikir seandainya saya yang sedang gemetaran tadi difoto orang, tentu saya sangat marah. Maka, saya tidak jadi memotret wajah marinir tadi karena saya membayangkan bagaimana kalau itu terjadi pada saya," katanya. (kr/arb/js)
Oleh: Hedi Priamajar (49168) 20 tahun yang lalu
Inspiratif sekali tulisannya, Bang Arbain. Banyak yang bisa diambil sebagai pelajaran dari tokoh2 fotografer besar seperti Eddie Adams. Walaupun beliau telah tiada, karya2nya akan selalu hidup.
Oleh: Rochim Hadisantosa (104553) 20 tahun yang lalu
potret pertama beberapa kali lihat, tapi dalam keadaan sudah dikrop rupanya, yg ini full framenya ya..
Oleh: Suryo Priyantoro, UYO (149423) 20 tahun yang lalu
......... tercenung
Oleh: susilo w. (50869) 20 tahun yang lalu
:(... satu lagi yang hilang......
Oleh: Herumanto Moektijono (15429) 20 tahun yang lalu
ternyata sebuah karya bisa sedalam itu kisahnya........,thanks bang ARB.
Oleh: Willy Sutrisno (1031) 20 tahun yang lalu
Artikel yang bagus, terima kasih sudah melampirkan kembali artikel lama itu. Cerita tidak pernah usang..........
Oleh: Heru Tjandranata (11161) 20 tahun yang lalu
:O Luar biasa sharenya.
Oleh: Bernardo Halim, jeber (19660) 20 tahun yang lalu
terima kasih sharenya...bagus.....semoga muncul Eddie Adams - Eddie Adams lainnya..
Oleh: Nina Marzoeki (27061) 20 tahun yang lalu
love him... :(thanks banget bang arbain...
Oleh: Denny Stefano Taroreh, dentar (57444) 20 tahun yang lalu
gugur satu tumbuh seribu...... semoga.....
Oleh: Heru Lesmana Syafei,togol (3184) 20 tahun yang lalu
sialnya. mengapa saya baru kenal ketika orangnya sudah tiada. tapi foto yg pertama itu emang populer bgt. saya akui itu, krn foto itu yang bikin saya tertarik pertama kali ke dunia ini. saya melihat foto itu 4 tahun yg lalu di kampus.
Oleh: Adhi Perwira (14707) 20 tahun yang lalu
aku turut berduka cita, tapi kenangannya tetap abadi di hati kita semua terlebih lagi karya2nya. semogabeliau di terima di sisi- Nya
Oleh: Triadi S (22045) 20 tahun yang lalu
Selamat jalan Eddie Adams. Ada juga photo diri Eddie Adams yg dibuat th 1965 (AP file photo) di South Vietnam. Eddie Adams dg baju, celana dan topi warna gelap, lengkap dg peralatan 'perangnya' serta kalung identitas yg menggantung yg biasa juga dipakai marinir2 AS saat itu. Mungkin Bung Arbain ada photo tsb dan bisa di upload disini??
Triadi...ini fotonya ku aplot....Yang belakang adalah George Sweers dari The St. Petersburg (Fla.) Times.
Oleh: Rus Mulyadi (2773) 20 tahun yang lalu
rest in peace @};-
Oleh: Dany Kartiono (20924) 20 tahun yang lalu
sebuah foto tidak akan termakan oleh waktu. Bang bain : di foto yg pertama, jika aparat terkena "tembak" fotografer dan dia tau,terus dia menuntut/akan merusak kamera sang fotografer, apa yg mesti di jawab/lakukan ? apa ada kode etik nya sendiri?
thank's photonya Bang.
Danie...itu risiko fotografer. Di mana-mana terjadi. Tahun 1999, beberapa fotografer Indonesia digebuki aparat keamanan di Jakarta, beberapa masuk rumah sakit.....Kita hanyabisa waspada dan hati-hati...itu saja....Yang penting, jadi fotografer jangan cengeng. Sejak awal harus sadar risikonya. Kalau mau dapat foto bagus, harus mau pula menghadapi risiko.....
Wah berati dia fotografer jurnalis yg tangguh ya.., SALUT deh !
Oleh: Sihol HS (4680) 20 tahun yang lalu
Iya, karyanya inspiring banyak orang. Bikin orang terpana.. Bikin orang bercita-cita.. Makasih sharingnya oom Arb. btw, lama2 kalo diperhatiin kok mimik muka potret dirinya kok mirip oom Arbain yah?