Oleh: Sonny F. Walukow (9601) 20 tahun yang lalu
Berbicara mengenai foto Nude memang merupakan suatu hal “maju kena, mundur kena”. Karena perbedaan latar belakang budaya/kultur, agama, pendidikan yang begitu beragam di antara anggota FN, maka adalah hal sangat sulit untuk mendapatkan persamaan persepsi dalam melihat foto-foto Nude atau Artistik Nude. Foto Nude tidak harus mempunyai nilai seni. Tapi tidak juga berarti disamakan foto Porno. Foto Artistik Nude adalah foto Nude yang mempunyai nilai seni. Sedangkan foto Porno adalah foto yang menonjolkan, maaf, alat kelamin baik wanita ataupun pria sebagai objek utama foto yang posenya diatur sedemikian rupa supaya yang melihatnya menjadi terangsang atau berimajinasi secara seksual. Foto yang menampilkan dua orang atau lebih, baik yang sejenis atau berlawanan jenis, yang sedang melakukan aktivitas seksual (baca= maaf, bersetubuh) adalah juga foto Porno. Sebagian dari kita masih beranggapan bahwa foto Artistik Nude adalah foto Nude yang dikemas dalam format B&W. Bahkan ada yang secara ekstrem menilai foto seperti berikut: Foto Nude? Tidak B&W? = Foto PORNO! Padahal artistic tidak melulu B&W. Nilai artistik bisa juga melalui pencahayaan, komposisi, WARNA, penggunaan filter, lekukan tubuh/body shape, bayangan/silhouette dst. Saya rasa kita semua setuju bahwa pas foto hitam putih bukanlah foto Artistik. Klik link berikut untuk melihat foto Artistik Nude yang tidak B&W dan bukan foto PORNO. (Foto ini merupakan karya dari rekan saya G.W. Burns. Sengaja tidak saya tampilkan fotonya langsung di sini supaya tidak ada yang tersinggung.)Klik link berikut untuk melihat foto Nude dalam format B&W tapi bukan kategori foro Artistik Nude. Dan jelas bukan foto PORNO!(Foto ini karya Darwis Triadi pada waktu mengadakan perjalan ke Irian.) Cobalah untuk melihat sebuah karya foto Nude maupun Artistik Nude dari kacamata si Fotografernya. Janganlah melihatnya dengan menggunakan kacamata latar belakang kita masing-masing. Nilailah dari sisi Seni-nya. Bukan dari sisi ’ketelanjangan’nya. Mengapa manakala kita melihat lukisan wanita Bali yang memperlihatkan, maaf, payudaranya kita tidak pernah protes dan mengatakan itu lukisan PORNO? Padahal lukisannya lukisan berwarna tidak hitam putih. Kita melihatnya sebagai sesuatu yang Artistik. Karya Seni. Dalam hal memberikan kritik untuk foto Nude maupun Artistik Nude, sebaiknya tidak melenceng dari segi teknis fotonya. Berikanlah kritik yang membangun dan berbobot. Ini berlaku untuk semua jenis foto. Sehinga tidak ada lagi kritik-kritik yang isinya cuma seperti ini; “No Comment” 3TD. Ini bukan kritik namanya. Pointless! Kenapa? Karena kritik seperti ini tidak ada gunanya buat si Fotografer. Dia tidak mendapatkan apapun dari kritik semacam ini untuk menghasilkan karya foto yang lebih baik lagi. Mulailah untuk menilai sebuah karya melalui kacamata Fotografi. Bukan karena selera Anda. Kira-kira teknis apa yang bisa dilakukan si Fotografer agar karya fotonya bisa lebih baik lagi. Sampaikan itu melalui kritik. Hal lain yang kiranya juga perlu diperhatikan pada waktu memberikan kritik adalah pengalaman kita. Bagaimana mungkin kita memberikan kritik (3TD umpamanya) tentang pengambilan foto panggung/stage kalau kita sendiri tidak pernah atau tidak punya pengalaman mengambil foto panggung. Ironis bukan? Bagaimana mungkin kita mengkritik bahwa foto A (Nude) tidak artistik kalau kita tidak pernah sama sekali mengambil foto Artistik Nude? FN adalah sarana buat sesama Fotografer untuk belajar. Baik belajar teknis foto atau sekedar untuk ‘mengasah’ apresiasi kita terhadap suatu karya foto. Apapun latar belakang kita belajarlah mengapresiasi suatu karya foto dari nilai seni-nya. Saya yakin FN dibuat tidak hanya untuk mereka yang berasal dari Sumater Utara saja, untuk yang beragama Hindu saja, untuk mereka yang mempunyai pendidikan minimal SMU saja atau hanya untuk mereka yang mempunyai kamera merek Nikon dan Canon saja. Solusinya saya kira ada dua. 1.) Foto Nude dan foto Artistik Nude sama sekali tidak diperkenankan untuk ditampilan di FN, atau 2.) Foto Nude dan foto Artistik Nude boleh ditampilkan setelah adanya persepsi yang sama di antara anggota FN dalam hal batasan-batasan foto Nude maupun Artistik Nude yang layak ditampilkan. Saya kira Valens atau Kris boleh mengadakan polling. Polling pertama (mengunakan format ‘setuju’ dan ‘tidak setuju ‘) untuk mencari tahu apakah foto Nude maupun Artistik Nude boleh ditampilkan di FN. Apabila mayoritas hasil polling ternyata tidak setuju, hapus semua foto Nude dari FN. Habis perkara. Apabila mayoritas hasil polling setuju maka adakan polling kedua untuk mengetahui kriteria/batasan apa yang digunakan dalam menampilkan foto Nude maupun Artistik Nude. Gunakanlah batasan yang paling banyak disetujui sebagai batasan mutlak untuk semua anggota FN yang ingin menampilkan karya foto Nude maupun Artistik Nude. Kemudian setelah itu Valens atau Kris boleh membuat folder/page baru khusus untuk foto-foto seperti ini. Dan berikanlah sebuah warning/peringatan di halaman utama FN tentang folder ini. Sehingga anggota FN masih dapat menunjukan foto yang menarik untuk dilihat kepada anggota keluarganya yang masih kecil atau dibawah umur. Mudah-mudahan tulisan saya ini bisa menjadikan masukan dan bahan diskusi dalam mengamati foto Nude maupun Artistik Nude. ...salam musim dingin dari New Jersey, USA. 19/12/03
Oleh: Judhi Prasetyo. (38908) 20 tahun yang lalu
Gunakan akal dan logika sebagai pengimbang hati dan emosi. Karena hal-hal itu yang membedakan kita dari hewan-hewan lainnya. Setiap ucapan, tulisan, perbuatan, sangat mencerminkan level akal kita dalam mengimbangi nafsu hewani. Seperti halnya menggunakan kamera, kita perlu user manual untuk bisa menggunakan akal kita secara maksimal. Dengan demikian hidup kita menjadi bermanfaat bagi diri sendiri dan sebanyak mungkin orang lain. Kalau kita punya agama, ikuti apa yang dituntunkan dalam agama itu. Kalau kita punya keyakinan, ikuti apa yang kita yakini itu. Kalau kita tidak yakin, mari kita bertanya dan mencari jawaban. Bertanyalah pada orang tua, sanak saudara, teman-teman, atau orang yang dianggap lebih mengerti.
Dewan sensor? Saya yakin tidak akan ada yang mau duduk di dalamnya. Siapa yang berani mengaku dirinya cukup kompeten untuk mewakili agamanya dalam urusan foto bugil? BTW, topik ini ditulis satu hari sebelum Sonny membuka thread ini. Silakan dibaca sebagai bahan perbandingan.
Oleh: D. Setiadi (81319) 20 tahun yang lalu
Jadi maunya rekan di sini bagaimana? :-? Melarang mereka untuk upload foto tersebut? Silahkan saja kalau anda mau usul atau protes keras ke Admin. Rasanya tidak ada jangan keluarnya bila hanya didebatkan. Biar itu terserah kepada Admin ( the owner ) kita untuk menentukan. Atau " SELEKSI ALAM " saja yang menentukan? :)
Oleh: Agus Sunarto, Suga (12736) 20 tahun yang lalu
Kalo bicara masalah nude, itu porno ato itu artistik, itu semua kayaknya tergantung pada bagaimana diri kita masing-masing. bagaimana keyakinan kita, bagaimana manual bookhidup kita.
Jeng Setiadi, silakan baca rangkumannya :) Kalau ada yang kurang atau lebih silakan dikomentari di sana. Perlu diingat bahwa topik tersebut terbatas pada cara kompromi yang terbaik untuk FN, bukan soal porno, artistik, atau lainnya.
Oleh: A. K. Nugroho (6902) 20 tahun yang lalu
Satu lagi bahan renungan dalam perdebatan tentang seni dan agama.. apakah ajaran atau peraturan yang dijadikan pegangan itu bersifat absolut? Apakah ajaran itu dari jaman ke jaman, atau dari satu society ke lainnya, selalu sama? Apakah ajaran pada abad ke-18 misalnya, sama dengan yang abad ke-20? Atau dia beradaptasi?
Kak A.K. Nugroho, saya rasa di sini bukan pada tempatnya dan sudah keluar dari pokok bahasan semula untuk menjawab pertanyaan Anda. Jika pertanyaannya memang genuine, silakan kirim pesan japri ke saya. Mudah2an kita bisa berdiskusi secara open minded seperti yang selalu Anda harapkan.
Oleh: Henry Samudera (39620) 20 tahun yang lalu
foto nude di gelapkan thumbnailnya, yg penasaran bisa liat, belum tentu bikin kurang laku. itu jalan tengah. soal perdebatan nude ok atau tidak, buat saya segala macam bentuk foto yg oleh fotografernya ditujukan sebagai seni, yaitu suatu bentuk ekspresi, adalah ok-ok saja. dari foto perang yg kejam sampai foto telanjang orang kalo yg bagus adalah bagus, kalo kurang yah kurang. tapi itu pendapat saya satu orang saja. kalo mau kompromi yah dicari jalannya.
Oleh: Andi Lubis (14072) 20 tahun yang lalu
aku suka nude photography....
Kalau sudah ada rangkumannya kenapa masih diributkan? 8-}
Oleh: Subianto A. (12345) 20 tahun yang lalu
aku juga suka.........
Buat rekan-rekan FN, mbok ya komentar saya ditanggapin dulu toh! Daripada kita ribut Nude begini, Porno begitu, Agama ini bilang A, hati nurani bilang B coba buat saja polling terlebih dahulu. Setuju atau tidak foto Nude ditampilkan. Mosok sih harus dingetin terus tulisan saya ini dasarnya apa. Mosok sih balik lagi ke isu yang itu-itu juga. Sementara saya lihat dari atas sampai yang terakhir tanggapan saudara-saudara yang terhormat satupun tidak ada yang menyinggung usulan polling saya.Jangan dulu bicara moralitas deh.. setuju atau tidak ada foto Nude di FN? Itu dulu yang seharusnya topik pertama yang harus kita bahas. Baru setelah ada kata setuju dari mayoritas anggota FN mulai dibahasa teknisnya. Foto bagaimana yang layak ditampilkan, batasan apa yang digunakan dst. Ini semuanya kok seperti anak kecil saja. Tujuan ke Surabaya dari Jakarta. Belum juga naik di mobil sudah ribut, lewat Pantura-lah, lewat Puncak-lah, lewat Sukabumi-lah. Tempat duduknya saja belum diatur. Siapa duduk di belakang, siapa di tengah, siapa jadi sopir. Coba deh musyawarah dan mufakatnya dijalankan. Kalau ada Polling yang pertama, apapun reaksi Anda, jawablah dengan Setuju atau Tidak Setuju saja tanpa ada embel-embelnya. Bagaimana?
Oleh: susilo w. (50869) 20 tahun yang lalu
Satu lagi bahan renungan dalam perdebatan tentang seni dan agama.. apakah ajaran atau peraturan yang dijadikan pegangan itu bersifat absolut? Apakah ajaran itu dari jaman ke jaman, atau dari satu society ke lainnya, selalu sama? Apakah ajaran pada abad ke-18 misalnya, sama dengan yang abad ke-20? Atau dia beradaptasi? ada yang tetap kak...
Oleh: Ferry Wardiman (2905) 20 tahun yang lalu
Kalau ingin MEMBATASI sesuatu, mestinya berikan dulu BATASANnya Tanpa 'batasan', bagaimana kita tahu sesuatu melanggar batas atau belum???. Bila ingin melarang PORNOGRAFI, FOTO NUDE, SENSUALITAS, berikan dulu BATASANnya (DEFINISInya). Tanpa definisi yang bisa diterima umum pelarangan jenis foto tersebut hanya menjadi ajang debat kusir yang sia-sia. Ada yang mendefinisikan PORNOGRAFI sebagai gambar yang dibuat dengan NIAT membangkitkan nafsu syahwat. Ada pula yang mendefinisikannya sebagai gambar yang BERAKIBAT membangkitkan nafsu syahwat. Coba lihat dua definisi diatas. Secara prinsip SANGAT BERBEDA. Yang satu adalah NIAT si pembuat, sedangkan yang kedua adalah AKIBAT bagi yang melihat. Mari kita kaji satu satu. Bila NIAT pembuat yang jadi definisi, siapa bisa melarang dan siapa bisa mengklaim bisa mengetahui niat si pembuat?? Bila AKIBAT bagi yang melihat yang jadi definisi, bukankah itu lantas terpulang kepada masing masing pribadi yang melihat?, Dengan kata lain bersifat subyektif bagi pengamat masing masing? Siapa yang bergerak syahwatnya, harap memicingkan matanya den menutup jendela internetnya. Karena dari situ ada yang bisa membuat syahwatnya itu bergerak gerak. Kesimpulan saya: Bahkan PORNOGRAFI pun kita belum punya batasan yang jelas, apalagi sekedar ketelanjangan alias Foto Nude. Saya melihat banyak foto nude yang artistik sekali. Jauh dari rasa jijik. Bahakan yang ada rasa kagum. Bila FN mengurangi kategori nude sebagai diluar lingkupnya, itu seperti seorang pelukis disuruh melukis tetapi kehilangan salah satu warna primernya.
Oleh: Tanti Johana (37658) 20 tahun yang lalu
Saya setuju ada foto nude Kak Sonny. Kak Sonny bisa mengajukan pertanyaan ini pada fasilitas polling loh :)
Memang ini sudah masuk ke topik yang sangat sensitif, tapi menurut saya justru sangat berhubungan karena seringkali ini yang dijadikan dasar pemikiran. Sesungguhnya tidak akan jadi masalah jika lepas dari setuju atau tidaknya, aplikasinya dikembalikan kepada masing-masing individu. Ajaran agama, moral atau kepercayaan adalah sesuatu yang seharusnya sifatnya sangat PRIBADI. Biarlah masing-masing memilih, dan jangan memaksakan kepercayaan kita kepada orang lain. Tulisan saya terdahulu bukan bermaksud menyinggung pihak tertentu, tapi intinya: bagaimana kita mau memaksakan sesuatu sebagai dasar secara STRICT dan UNIVERSAL, kalau INTERPRETASI terhadap "sesuatu" itu sendiri BERUBAH dari jaman ke jaman?
Menindaklanjuti diskusi yang digelar oleh kak Valens di sini dan oleh kak Yasmin Priamajar di sini. Setelah mengamati berbagai masukan yang diterima dan mempertimbangkan berbagai alasan teknis, saya sekedar merangkumnya sebagai berikut: