Oleh: Mira TJ (4738) 21 tahun yang lalu
Kemarin, pas iseng lihat-lihat foto di FN, saya tertarik pada beberapa foto makro yang “cuma” pakai lensa 50 mm dibalik itu. Sayangnya, biar sudah dibaca semua keterangan dari foto-foto tersebut, saya masih tetap kurang mengerti duduk lensa tersebut. Akhirnya saya berkelana di internet dari satu website ke website lainnya, dan hasilnya saya sharing dengan teman-teman di sini, siapa tahu ada yang tertarik mencoba. Mohon dimaklumi kekurangan-kekurangan pada tulisan ini, saya cuma menuliskan apa yang saya baca dengan bahasa saya sendiri, jadi saya sendiri belum pernah mempraktekkan apa yang saya tulis ini. Mungkin rekan-rekan lainnya yang ada “jam terbang”, punya lebih banyak cerita. Yang mahal-mahal… Macro Photography itu mahal karena selain menggunakan lensa makro, harus juga dilengkapi flash, dan tripod atau monopod. Yang serius, peralatannya lebih heboh lagi. Ada cable release, flash bracket, flash sync cord, flash difusser atau flash bouncer, dan focusing rail. Untuk hasil magnification yang paling ekstrim, kamera dihubungkan ke mikroskop dengan menggunakan custom made adapter. Mengapa harus menggunakan begitu banyak peralatan? Sifat dari lensa makro dan filter close-up adalah memperbesar obyek foto dari ukuran sebenarnya atau magnification. Magnification ini mengurangi depth of field (apa ya bahasa Indonesianya? Ruang tajam gambar? Wilayah yang fokus?) hingga DOF kadang menjadi tipis sekali. Itulah sebabnya, di keterangan teknis pada foto-foto makro rekan-rekan kita ini, F-nya pasti F8 ke atas. Mereka harus memasang bukaan diafragma sekecil-kecilnya untuk memperoleh DOF selebar-lebarnya. Disini flash (external, TTL) menjadi peralatan yang nyaris mutlak untuk mendapatkan shutter speed yang normal, apalagi jika mengingat kebanyakan obyek dari macro photography adalah mahluk hidup seperti serangga yang tidak bisa diduga gerakannya. Flash tidak diperlukan jika pemotretan dilaksanakan outdoor pada saat matahari bersinar menyilaukan. Magnification menyebabkan tripod/monopod dan cable release menjadi perlengkapan yang penting sekali pada macro photography untuk meniadakan getaran pada kamera, walaupun tidak mutlak. 90% dari foto-foto macro dari Mark Plonsky diperoleh dengan cara handheld, dengan menumpukan lengan pada lutut atau pada benda-benda di sekitar obyek seperti pohon, pagar. Kadang-kadang, jikalau keadaan memungkinkan, ia meletakkan kameranya pada barang-barang di sekitar seperti potongan kayu dan lain sebagainya. Flash bracket digunakan untuk memperoleh sudut lighting yang natural. Tidak mutlak sih. Mas Irwansyah Syukri hanya menggunakan flash sync cord untuk menghubungkan hot shoe dengan flash-nya, lalu minta istrinya memegangi flash-nya, seperti pada foto semut. Tapi kalau kerja sendirian, flash bracket itu mutlak untuk menghindari bayangan lensa pada obyek foto karena obyek foto terletak sangat dekat dengan lensa dan untuk menghindari efek dua dimensi yang disebabkan penggunaan flash frontal dari body kamera baik internal flash maupun external flash pada hot-shoe. Flash bouncer atau flash difusser digunakan untuk mengurangi atau menyebarkan kekuatan cahaya flash. Lho, katanya tadi kurang cahaya, kok sekarang malah kekuatan cahayanya dikurangi/disebar? Tanpa flash bouncer (bisa diganti dengan selembar kertas putih) atau flash difusser (bisa diganti dengan…maaf…kata teman-teman di YM-FN: kondom, walau ngga jelas ini beneran atau bercanda) cahaya yang jatuh pada obyek yang terletak sangat dekat dengan lensa, yang berarti flash-nya juga sangat dekat dengan obyek, akan terlalu kuat dan tidak tersebar merata sehingga foto menjadi OE sebagian. Focusing rail digunakan untuk memudahkan pemokusan dengan memaju-mundurkan body kamera tanpa perlu memindah-mindah tripod yang sudah dipasang rapi. Yang murah yang mana? Ini dia yang asik. Setelah saya baca 2 artikel dan beberapa online discussion, dari segi peralatan optiknya ternyata ada banyak variasi setelan untuk macro photography: Versi 1 Yang paling sederhana dan mahal adalah penggunaan lensa makro (>$100), jadi bodi kamera plus lensa makro. Versi 2 Lalu ada penggunaan dioptre(=filter makro=close-up lens, US$30-150), jadi bodi kamera plus lensa (kadang lensa makro, kadang lensa biasa atau zoom) plus kepingan-kepingan kaca tersebut. Dioptre boleh ditumpuk-tumpuk sampai beberapa keeping sekaligus. Mark Plonsky pernah memakai sampai kekuatan total +27. Semakin banyak yang dipakai, semakin besar kekuatan magnification-nya. Tapi semakin banyak yang dipakai, semakin berkurang kualitas gambarnya. Versi 3 Menggunakan lensa tambahan yang diposisikan terbalik sehingga fungsinya berubah menjadi kaca pembesar (kekuatan total sekitar +25). Cara memasangnya dibalik, muka lensa ditempelkan ke coupling ring, lalu dipasang ke lensa lain yang sudah terpasang pada body, sementara “pantat” lensa menjadi ujung luar tempat masuknya cahaya. Setelannya menjadi bodi kamera plus lensa tele atau zoom (posisi normal), macro coupling ring (=macro coupler=face to face adapter, US$ 8-15), fast lens (F/1.8 atau yang lebih cepat lagi, sedikit catatan: lensa fixed 50 mm f/1.4 banyak digemari) dengan posisi terbalik. Kadang-kadang, step-down ring (US$ 7-10) juga diperlukan jika lensa pertama dan lensa kedua diameternya berbeda. Beberapa fotografer malah melekatkan dengan lem dua ring filter yang sudah dicopot kacanya sebagai coupling ring. Versi 4 Menggunakan satu lensa saja (lensa-lensa ringan), tapi posisinya dibalik. Dihubungkan ke bodi kamera dengan menggunakan reversing attachment bayonet (contoh: Nikon bayonet mount adapter ring US$22). Step-down ring kadang-kadang juga diperlukan. Bagaimanakah setelan yang terbaik dan agak nyaman di kantong? Menurut Plonsky, ini tergantung selera saja. Kalau kita sudah punya beberapa lensa, bisa kita coba-coba sendiri mengintip dari dua lensa. Tidak usah beli coupling ring-nya dulu, pegang saja kedua lensa dengan tangan, atau diselotip. Lebih bagus lagi, kita jalan-jalan ke toko, lalu mencobai lensa-lensa yang ada di sana, cari mana yang kira-kira magnification dan kualitas gambarnya paling kena di hati. Untuk yang ingin segera main ke toko, hati-hati dengan istilah-istilah aksesoris yang saya sebutkan di sini. Terus terang setiap toko, website, fotografer ternyata punya istilah berbeda untuk sebuah aksesoris kecil. Dalam menulis artikel ini saya harus double check ke adorama.com dan bhphotovideo.com untuk cari judul dari barang tersebut yang lebih dikenal umum. Jadi yang saya gunakan di sini adalah istilah-istilah yang digunakan di toko-toko tersebut. Toko-toko di Indonesia atau Singapura, bisa jadi punya nama-nama yang berbeda lagi untuk barang yang sama. Sudah? Begitu saja? Ya belum laaaaah… Setelah saya baca artikel Mark Plonsky dan Guy Parsons, saya angkat topi buat semua pehobi macro photography. Gile…susah ya ternyata macro photography itu. Bagaimana tidak susah, hampir semuanya dikerjakan secara manual! Buat saya yang apa-apa serba “vary mode” (hehehehehe) nyerah deh kalo harus nyetel-nyetel segala macam setelan sambil mengejar kumbang. Yang ada kumbangnya ngetawain saya. Untuk selanjutnya silakan baca kedua artikel di bawah ini. Berhubung tidak punya peralatannya, agak sulit buat saya kalau belajarnya hanya dari membayangkan. Website dari Guy Parsons Website dari Mark Plonsky Salam dari desa ladang jagung, Mira TJ
Sori, saya sudah coba masukkan ke artikel, tapi kayaknya sistim otomatiknya belum sempurna. Link Guy Parsons di atas juga ngga tau kenapa ngga jalan. http://homepages.ihug.com.au/~parsog/Guy/macro.html
Oleh: Rochim Hadisantosa (104553) 21 tahun yang lalu
Terima kasih buat Mira dng artikelnya yg sangat bermanfaat, Mira yang walau males upload foto tapi nggak malas menulis. Salut! Baru sadar kalau sejak bulan April Mira nggak pernah upload foto!
Oleh: D. Setiadi (81319) 21 tahun yang lalu
Seingat saya dia ( Prof. Mark Plonsky ) pernah kasih saya informasi juga tentang penggunaan Close Up filter yang digunakan oleh dia, selain reversed lens.Saya pernah baca juga penggunaan Lensa Tele 300mm ditambah couple ring untuk menyambung lensa 50mm yang dibalik untuk menghasilkan Ratio > 1:1 . Sampai sekarang saya belum berhasil menemukan couple ring itu ( Mir, ti tip beliin dong...;;) ), kalau step-up rings sih banyak...:(Bisa juga pakai lensa 35mm, 28mm, 24mm, atau 20mm yang ditambah reverse ring untuk menghasilkan ratio > 2 :1 . Dari pada beli Extention Bellows yang berat dan mahal...;)
Dengan lensa 24mm saja kalo dibalik, ditambah reverse ring, jarak fokus harus dekat sekali, hampir nempel ke lensa belakang baru bisa fokus. Kesulitannya nanti pada lighting. Apalagi kalo pake 20mm? Paling enak bila menggunakan lensa 50mm deh..
Oleh: Cahya T. Jatmiko (9126) 21 tahun yang lalu
Wow...ini menarik, thx Mira. Saya sudah baca di situsnya Prof. Plonsky. Reverse ring kayaknya dijual di sini (harga sekitar 5 eur) <a href=www.team-foto.de>www.team-foto.de</a> buat yg berdomisili di Jerman, saya belum pernah beli, mau konfirm dulu sama pak Rochim, apa betul namanya Umkehrringe dlm basa Jerman. Kalau lensa pentax 1.4 50mm banyak di ebay. di preview link di atas bener, kok jadi gak merah di sini :-?
Oleh: gandi purwandi (14966) 21 tahun yang lalu
saya dulu sudah pernah coba mbak... lensa standar canon saya ef 35-80 mm makronya bagus...cuma mata saya yg minus..bikin masalah saat itu sudah fokus...tapi ternyata pas di cetak... blur... mau coba lagi terus sih.. makasih banyak bagi2 ilmunya... maju terus pantang mundur..
Oleh: Michael Gomulya (29309) 21 tahun yang lalu
waduh Miraa!! :(( saya sangat terharu......
Oleh: Very Wirawan (35735) 21 tahun yang lalu
Mira ... anda memang murah hati dalam berbagi informasi .. salut deh! Btw, ada info tentang tempat penukaran us$ yang rate-nya bagus? :))
Oleh: Santosa Basuki (13376) 21 tahun yang lalu
Reverse ring produksi Hama Jerman namanya Umkehrring. Ring tersebut harus sesuai dengan kamera. Sedangkan diameter ring (AFAIK) dibuat berdasarkan lensa standar dari kamera tsb. Untuk menggunakan lensa dengan diameter lebih besar perlu step up ring. Gambar Umkehrring untuk Olympus yang saya punya (produk Hama) seperti dibawah ini serta saat dipasang di Olympus OM2.
Okympus OM2 + reverse ring + Lensa 50mm
Mas Santosa, Kalau liat Anda cuma pakai satu lensa, Umkehrring ini bukan coupling ring yang menyatukan dua buah lensa face to face, melainkan reversing attachment bayonet yang disambung langsung ke body kamera. Jadi Olympus punya juga ya? Kalau menurut Guy Parsons, dia cuma tau yang merk Nikkor saja. Bagaimana dengan Canon dan Minolta? Ada yang tahu? Atau Hama bikin reversing attachment bayonet untuk banyak merk kamera?
Adik Mira, AFAIK, Hama membuat adapter untuk bermacam-macam merk kamera, produsen yang lain Novoflex, Soligor dll . Tolong tanya kang Rochim di Jerman atau buka situs Hama (aku lupa webnya). Salam dari Mas.
Oleh: Anwar Luqman Hakim (1339) 21 tahun yang lalu
Mbak Mira, ada lagi yang lebih murah, nggak pake coupling ring... tapi ya itu, mesti hati-hati supaya gak ada cahaya yang bocor... en focusingnya bener-bener bikin sengsara :)) . Dulu (kira-kira 8 tahun yang lalu) pernah nyoba en lumayan sukses (Ricoh KR5 super + lensa 50mm 2,2 (kalo gak salah) handheld, outdoor, ngejar-ngejar semut dalam pot).
Oleh: M Riza Hidayat (424) 21 tahun yang lalu
cara murah bikin coupling ring?beli 2 filter apa aja yang ukurannya sama. (saya beli filter UV jamuran dan merknya gak jelas dan saya cuma bayar @5000 hehehe).abis itu disambung pake lem besi or epoxy...karena saya kurang yakin dengan kekuatannya, saya bawa ke tukang bubut, minta dibikinkan dari besi....total saya keluarin 35000, luimayan kan?...nyari2 yg jual coupling ring susah buangett sih.
oops lupa, bisa juga pake dua buah Cokin filter adapter yg dilem :D
Oleh: Pagar Alam, IPA (29522) 19 tahun yang lalu
Moto makro memang punya keasyikan dan seni tersendiri. Dibutuh ken kesabaran yg lumayan tinggi. Sangat kecewa kalau pas mendekati objek begitu mau di jepret ehhh...kabur dia. Saya jarang make tripod atau monopod apa lagi focusing rail krn ribet dan ngak bisa bergerak cepat. Barang2 spt ini sangat berguna kalau objek nya relatif still atau mungkin sdh dead. Dulu saya kepengen make reverse ring tapi ditempat saya dulu ngak ada dijual jadi terpaksa lah pesan lensa makro dr Adorama. Saya juga make Raynox DCR-250, tapi si Raynox ini agak susah focusingnya kalau dipasang di lensa makro nya nikon dan jarak lensa dg objeknya akan semakin dekat sekali (jrk lensa makro nikon ke objek utk 1:1 30 cm) Raynox lebih cocok dipake di Lumix FZ-20, nikon coolpix atau canon power shoot. Dg Raynox hasilnya memang sangat bagus tapi megang kameranya hrs kuat2 jgn sampe goyang sedikit pun sbb hasil akan hancur2an. Cobalah deh moto makro....asyik.... Dg Lumix FZ-20 + Raynox DCR-250
Dengan Micro Nikkor+Raynox DCR-250
Oleh: Slamet Rahardjo (899) 18 tahun yang lalu
Thanks Mira untuk informasinya.. "Yang awam jadi lumayan paham" :D 1.Saya mo nanya soal macro coupler, belinya dimana? 2.Ada ukuran2 nya atau bisa dipake untuk semua ukuran lensa ? 3.Lensa tambahannya bisa pake 50mm 1,8 (canon mount yg hanya 700rb an) ? 4.Lensa yg nempel di body sebaiknya pake ukuran brp ? kalo pake zoom 75-300, 28-80 bisa ? bagus pake tele atau wide lens ? 5.Kalo lensa yg di body pake 100mm f2,8 macro (canon mount) trus di tambah reverse lens 50mm 1,4 hasilnya kira-kira maksimal nggak ya ?
Oleh: Hendri Setiawan (89420) 18 tahun yang lalu
Wah ini hebat sekali... Great thanks mbak Mira. Kebetulan saya punya lensa manual ricoh 50mm f/2.2 yang berdiameter 52 bisa saya manfaatkan untuk eksperimen ini. Thanks
Oleh: Antonyus Bunjamin (26617) 18 tahun yang lalu
waks mbak Mira hebat juga nich kasih info dan pelajaran teorinya..mantap.. emang mesti kudu sabar dan telaten baru bisa dapetin macro yang bagus.. bagusan sih pake fix terus reversenya fix juga.. salam..
Oleh: Mira TJ (4738) 18 tahun yang lalu
Mas Slamet, sori telat ngebalesnya, saya jarang maen ke macro. Macro coupler, hingga saat ini saya belum pernah lihat barangnya di mana pun di Jakarta. Temen2 saya juga ngga ada yang punya. Ada temen yg punya reversing attachment bayonet, tapi itu juga boleh nitip dari temen yg jalan2 ke US. Soal lensa2 mana yg cocok, harus dicoba-coba. Itu selera. Kalaupun ada yg nulis tentang lensa2 mana yg bagus buat dipadukan, saya belum pernah baca. Hihihihihihi. Ini juga jawaban buat pertanyaan no. 3, 4 dan 5. Saya pribadi sekarang (hampir 3 tahun setelah saya nulis thread ini) malah pakai lensa macro. Qeqeqeqeqqqq...
Oleh: Didik Witono (10876) 18 tahun yang lalu
Build own, bayonet reverse ring dan Tube lens, untuk macro sebenarnya simpel saja. Syaratnya kudu rajin ke pasar loak. Tube lens - cari lensa Rusak dengan mount misal "N" -cari Mount body "N" Rusak pasang dengan lem besi dan sekrup pada shoc pralon [tebal] seukuran extension tube, pada ujung2 pralon. Untuk lensa Zuiko, krn ada needle DOF sangat membantu, untuk lensa lain pada bukaan kecil previewnya jadi gelap. bisa diakali setelah focusing, balikin lagi ke aperture yang dikehendaki. Bayonet reverse ring lebih simpel, tinggal cari mount lensa bekas sambung dengaan UV ring bekas, dengan lem besi, perkuat bagian luar agar tidak bocor dengan potongan shoc pralon. satu hal yang gak jalan.... tuas aperture Body kamera tidak bersi nggungan dengan tuas aperture lensa. jadi ngaturnya manual, buka aperture gede untuk focusing.... lalu set pada besar lubang yang dikehendaki. just info belakang ini mount2 lensa dan body kamera2 rusak di pasar baru pada laku :-)
Oleh: lompatpagar (4431) 17 tahun yang lalu
Thanks berat buat Mbak Mira atas Info nya,Hebat banget ,Keep Hunting Macro
Oleh: Fajar Dewanto (4631) 17 tahun yang lalu
Raynox DCR-250 sendiri ada pilihan ring berapa aja dan harga di putaran berapa yah? sy coba reverse jadinya seperti dibawah... tapi 2 lensa yg saya pake zoom lens 18-55. pengen coba lensa fixed lens ...ah .. ada yg mo pinjemin gak yah.... hehehe object semut merah yng super kecil dan harus dibunuh spy gak lari-lari .. maafkan aku semut .... :((
Oleh: Eliezer Tri D (1157) 17 tahun yang lalu
Aku kira moto makro bisa dengan lensa standart bawaan kamera. ternyata.. harus di modali lagi yak :D:D Tapi memangnya ga bisa ya? maafkan yang masih awam ini..