#FNStreet 


Hak cipta karya foto ada pada fotografer dan dilindungi oleh undang-undang.

Info

 Ridho Bustami (31082)

Produksi susu segar nasional masih sangat rendah. Dari total kebutuhan susu segar nasional yang mencapai 5.200 ton hingga 5.600 ton per hari, produksi susu nasional baru bisa memenuhi seperempatnya, atau sekitar 1.300 ton - 1.400 ton per hari.
rn
rnKetua Dewan Persusuan Nasional Teguh Budiyono menyayangkan minimnya produksi susu segar domestik. Padahal, 95% dari produksi susu segar tersebut dipasok untuk industri susu. "Di Indonesia, produksi susu segar ini terkonsentrasi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Yogyakarta," katanya Teguh, Kamis (4/3).
rn
rnMinimnya produksi susu segar tersebut memaksa produsen susu domestik mengusung sebagian besar bahan baku dari luar negeri. Salah satunya, PT Nestle Indonesia. Kendati telah menggandeng sekitar 30.000 peternak yang tergabung dalam 31 koperasi susu di Jawa Timur, nyatanya Nestle masih kekurangan pasokan bahan baku dari pengusaha lokal.
rn
rnBrata T. Hardjosubroto, Head of Public Relation Nestle mengatakan, Nestle memerlukan bahan baku berupa susu segar sebanyak 1.378.000 liter setiap hari. Namun, dari penghasil susu segar lokal, Nestle hanya bisa mendapatkan sekitar 45%-nya atau sekitar 620.000 liter saja. Maka, kekurangannya harus dipenuhi dari impor. "Sisanya diimpor dari Australia dan Selandia Baru," ujar Brata.
rn
rnBrata berharap, bila program peningkatan produksi susu yang dicanangkan Pemerintah Daerah Jawa Timur berjalan, hasilnya bakal bisa mengurangi porsi impor bahan baku dari luar negeri.
rn
rnTak berbeda jauh dengan Nestle, produsen susu Bendera, Frisian Flag juga masih mengimpor sebagian besar bahan bakunya. Pasalnya, pasokan dari pasar domestik hanya mampu memenuhi 20% -25% kebutuhan bahan baku Frisian Flag.
rn
rnMenurut Manajer Komunikasi Frisian Flag Anton Susanto, setiap hari, Frisian Flag hanya mendapat suplai susu segar sebanyak 475 ton. Susu segar itu dipasok dari 21.600 peternak yang tergabung dalam 21 koperasi yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
rn
rn"Jumlah tersebut baru mencukupi sekitar 20%-25% kebutuhan bahan baku kita," jelasnya. Karenanya, sisanya didatangkan dari Belanda, Australia dan Selandia Baru. Namun, imbuh Anton, setiap tahun, Frisian Flag meningkatkan penyerapan susu segar dari lokal sebesar 14%.
rn
rnTeguh mengakui, sejak tahun 2000 pertumbuhan produksi susu nasional stagnan. Untuk memenuhi 40% kebutuhan susu nasional di 2014, dibutuhkan tambahan sekitar 10.000 ekor sapi per tahun.
rnKebutuhan susu nasional semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Kebutuhan ini senantiasa diikuti dengan peningkatan impor susu dari luar negeri (terutama Australia dan New Zeland) untuk menjawab melonjaknya permintaan akan kebutuhan susu. Disatu sisi, kita patut bersyukur bahwa ternyata kesadaran gizi masyarakat mengalami perubahan ke arah lebih baik. Namun disisi lain, peningkatan permintaan ini tidak bisa diimbangi oleh peningkatan jumlah produk susu nasional.
rn
rnSaat ini peternak sapi perah lokal hanya bisa memenuhi kebutuhan susu dalam negeri sekitar 20-30% dari seluruh kebutuhan masyarakat Indonesia. Angka ini terus merosot seiring dengan banyaknya peternak yang meninggalkan kebiasaan mereka untuk beternak sapi perah. Saat ini harga susu segar di tingkat petani berkisar antara Rp. 3.300 – Rp. 3.400 per kilogram (Kg) (Kompas, 16/1/2009). Rendahnya harga beli koperasi dari peternak menjadi kendala tersendiri untuk menutup usaha mereka. Selain itu, kondisi sosio-antropologis masyarakat yang berubah akibat adanya pengaruh taraf berfikir sebagai ekses media akan gaya hidup metropolis. Apabila kita menyisir ke sentra peternakan sapi perah seperti Pangalengan, Lembang atau Tanjungsari maka jangan aneh bila banyak peternak yang menjual sapinya dan menukarnya dengan sepeda motor atau dijadikan modal usaha lain.
rn
rnKondisi ini mendapat perhatian dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) dengan meminta Pemerintah untuk menaikan bea masuk bahan baku susu impor. Diharapkan dengan tingginya bea masuk (BM) maka dapat mengerem atau mengendalikan kran impor sehingga menurunkan ketergantungan masyarakat terhadap susu impor. Namun, apakah ini saran ini efektif?
rn
rnJika dicermati, sebenarnya masalah mandegnya usaha ternak perah di Indonesia adalah sistem distribusi yang terlalu kompleks. GKSI sebagai koperasi susu nasional lebih berperan sebagai bandar daripada sebagai fasilitator. Sistem pembelian monopsoni susu sapi perah dari peternak sebaiknya dihapus dengan cara menghilangkan peran GKSI yang bersifat sebagai bandar dan meningkatkan perannya sebagai wadah untuk menampung aspirasi para peternak. Bea masuk impor yang ditingkatkan hanyalah mengalihkan masalah sesungguhnya.
rn
rnPara pengusaha Industri Pengolahan Susu (IPS) selama ini enggan membeli susu dari peternak karena kualitas susu yang kurang baik serta harga yang terlalu tinggi. Memang, kebiasaan minum susu segar di Indonesia sangat minim sehingga banyak yang memilih susu kemasan dengan berbagai perlakuan. Iklan dimedia menjadi senjata utama untuk mengubah persepsi masyarakat ini. Tetapi, apabila Koperasi berani untuk memotong jalur distribusi dengan cara menjual langsung produk kepada konsumen maka harga susu segar di masyarakat akan lebih murah. Lambat laun harga yang murah akan meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk mengkonsumsi susu segar. Selama ini terkesan bahwa peternak lokal tergantung pada IPS sehingga terjadi manipulasi distribusi. Manipulasi ini membuat peternak tidak bisa menentukan harga dan terkesan ‘mengemis’ kepada IPS. Sikap peternak ini ternyata diikuti oleh peran koperasi yang tidak mau berani mengembangkan usahanya dengan menjual produk mereka langsung ke konsumen.
rn
rnAdanya kongkalikong GKSI dengan IPS menjadi mengganjal berkembangnya usaha persusuan Indonesia. GKSI bukanlah sebagai lembaga swadaya pengayom peternak tetapi lebih sebagai distributor tunggal susu di Indonesia. Jadi, tingginya harga beli dari peternak tidak menjadi solusi atas permasalahan ini justru menjauhkan masyarakat dari kebiasaan mengkonsumsi susu segar. Jelas, susu kemasan lebih murah dan terjamin kualitasnya daripada susu segar dari peternak. Padahal ketergantungan konsumen pada susu olahan akan menurun apabila adanya propaganda yang baik tentang hal ini. Apalagi harga susu segar yang murah dan berkualitas baik menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
rn
rnMemang, akan banyak kendala yang dihadapi apabila pola distribusi langsung ini dijalankan. Namun, kondisi ini akan menjadi pemicu peternak karena lebih tahu kondisi pasar sebenarnya. Mereka tidak akan terus dibodohi oleh kartel persusuan Indonesia dimana peternak disamakan dengan sapi mereka yakni sebagai ‘perahan’. Kualitas susu yang kurang baik akan diperbaiki oleh peternak karena peternak lebih tahu apa yang diinginkan konsumen. Pikiran mereka lebih terbuka dan semakin tertarik dengan usaha yang selama ini ditekuni. Pendidikan petrnak yang randah tidak menjadi hambatan mereka untuk mengembangkan usaha mereka walaupun dengan modal yang seadanya.
rn
rnSingkatnya, sebaiknya Koperasi membuka outlet susu segar di lokasi mereka beada terlebih dahulu dan mengembangkannya ke daerha lain. Konsumen akan tertarik untuk membeli susu segar dari outlet tersebut karena susu adanya kampanye ‘nyata’ bahwa susu segar sebagai alternatif kebutuhan susu masyarakat. Dengan begitu, peran koperasi akan lebih terasa oleh peternak karena peternak lebih memahami jalur distribusi poduknya. Memang, usulan ini sederhana tetapi menjadi pendidikan nyata bagi peternak daripada selama ini hanya diberi bonus apabila mau meingkatkan kualitasnya. Konsumen akan meminta peningkatan kualitas susu langsung kepada peternak dan peternak pun meresponnya dengan lebih sigap.
rnLebih baik mengonsumsi susu segar
rn Orang Indonesia lebih mengenal susu bubuk padahal proses pengolahan susu bubuk- melalui pengeringan dengan waktu yang cukup lama-sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris dan gizi, terutama vitamin dan protein.
rn
rn
rnOleh karena itu masyarakat di negara maju sekarang lebih memilih susu segar. Susu disebut-sebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim, gaas serta vitamin.
rn
rnBisa dikatakan kandungan yang ada pada susu hewan mamalia khususnya kambing, sapi hampir mencukupi seluruh kebutuhan tubuh manusia. Pasalnya jumlah kandungan zat-zat tersebut begitu mamadai.
rn
rnTentu kandungan zat-zat secara utuh itu ada pada susu segar. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) susu segar itu merupakan cairan yang berasal dari kambing, sapi sehat dan bersih yang diperoleh dari cara pemerahan yang benar serta kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah suatu apapun dan belum mendapat perlakuan apa pun.
rn
rnNamun dalam praktiknya, menurut Prof. Made Astawan, pakar teknologi pangan dan gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPB, untuk mendapatkan susu sesuai definisi SNI tidak mudah. Apalagi di kalangan masyarakat kita cenderung lebih familiar dengan produk susu olahan baik bentuk cair maupun padat. Itu pun tingkat konsumsinya masih relatif rendah.
rn
rn"Bandingkan saja dengan India, tingkat konsumsi susunya jauh lebih tinggi yakni mencapai 43.929,2 juta liter susu cair per tahun dan 1.173 juta liter susu bubuk per tahun," kata Astawan pada presentasi pentingnya mengonsumi susu cair di pabrik Ultrajaya Tbk belum lama ini.
rn
rnSejumlah riset pada 2004 melaporkan konsumsi susu di Indonesia baru mencapai tujuh liter per kapita per tahun atau baru 197, 5 juta liter per tahun untuk susu cair dan 625,7 juta liter susu bubuk. Dari data itu pun terlihat bahwa komsumsi susu bubuk di Indonesia sangat tinggi dibanding susu cair.
rn
rnPadahal kalau mau menilik lebih jauh masyarakat negeri maju seperti Amerika sudah banyak yang meninggalkan konsumsi susu bubuk dan beralih ke susu cair. Riset Canadian 2004 melaporkan konsumsi susu penduduk Amerika sudah mencapai 100 liter per kapita per tahun atau 24.634,7 juta liter susu cair per tahun dan 59,5 juta liter susu bubuk per tahun.
rn
rnBegitu pula Australia yang sudah mencapai 90 liter perkapita per tahun. Sementara China 11.256 juta liter per tahun. Memang susu bubuk itu sendiri asalnya juga dari susu segar atau rekombinasi dengan zat lain seperti lemak, dan protein yang dikeringkan.
rn
rnNamun proses pengolahan susu bubuk yang umumnya melalui pengeringan dengan waktu yang cukup lama sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris dan gizi terutama vitamin dan protein. Menurut Astawan kerusakan protein bisa berupa terbentuknya pigmen coklat (melonodin) akibat reaksi Maillard.
rn
rnReaksi ini biasanya terlihat pada pencoklatan non enzimatik yang terjadi antara gula dan protein susu akibat proses pemanasan yang berlangsung cukup lama. Pemanasan seperti dapat menyebabkan penurunan daya cerna protein.
rn
rnPemanasan susu dengan suhu tinggi dalam waktu lama juga dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam-asam amino, yaitu perubahan konfigurasi asam amino dari bentuk L ke bentuk D. Padahal tubuh manusia hanya dapat menggunakan asam amino dalam bentuk L.
rn
rnKarena itulah banyak ahli gizi dunia yang menyarankan agar kembali mengkonsumsi susu secara alamiah atau susu segar. Hanya sayangnya susu segar yang diperoleh dari pemerahan sapi tidak tahan lama.
rn
rnRata-rata dalam waktu enam jam kondisi susu akan rusak karena kontiminasi dengan udara yang memudahnya munculnya bakteri pembusuk.
rn
rn"Namun sekarang ini masyarakat dunia tidak perlu khawatir karena sudah banyak industri pengolahan susu dengan menggunakan teknologi tertentu seperti UHT dan pasteurisasi yang memproduksi susu segar," ujar Astawan.
rn
rnSetidaknya dengan proses pengolahan susu segar seperti itu, kata dia, dapat meminimalisasi kerusakan gizi yang terkandung di dalam bahan baku susu bersangkutan.
rn
rnPasteurisasi
rnPengolahan susu secara pasteurisasi itu biasanya dengan memberi perlakuan panas sekitar 63-72 derajat Celcius selama 15 detik. Tujuannya membunuh bakteri patogen. Jika Anda penggemar susu ini mesti konsisten dalam penyimpanannya.
rnSusu hasil pasteurisasi ini hanya memiliki umur simpan sekitar 14 hari dan harus disimpan pada susu rendah (5-7 derajat celcius).
rn
rnUntuk susu UHT (ultra high temperature), pengolahan susu segar ini menggunakan pemanasan suhu tinggi (135-145 derajat celcius) dalam waktu yang relatif singakt 2-5 detik. Porses pemasanan seperti itu selain dapat membunuh seluruh mikroorganisme (bakteri pembusuk maupun patogen) dan spora (jamur) juga untuk mencegah kerusakan nilai gizi.
rnBahkan dengan proses UHT, warna, aroma dan rasa relatif tidak berubah dari aslinya sebagai susu segar.
rnDi Indonesia sendiri meski belum sesemarak India dan Vietnam namun sejak 1975-an susu segar proses UHT sudah banyak dijumpai di pasaran. Salah satunya adalah PT Ultrajaya Milk Industry Tbk. dengan kapasitas terpasang 100 juta liter per tahun.
rn
rn"Produksi susu ini 100% dari bahan baku susu segar yang diperoleh dari peternak susu di Jawa Barat. Mereka tergabung dalam satu wadah koperasi," ujar M. Muhthasawwar, senior marketing manager PT Ultrajaya Milk Industry Tbk.
rn
rnPerjalanan dari koperasi ke pabrik hanya membutuhkan waktu kurang dari dua jam sehingga tingkat kesegaranya masih tetap terjaga. Begitu sampai di pabrik langsung diolah dengan menggunakan teknologi sterilisasi UHT.
rn
rnTeknologi dengan sistem komputer dan robot siap memanaskan susu selama empat detik dengan suhu 140 derajat Celcius. Pemanasan yang tinggi dan singkat hanya untuk mematikan semua bakteri tanpa merusak kesegaran dan kualitas gizi susu segarnya.
rn
rnSetelah itu susu dikemas dalam kemasan aseptik yakni menggunakan kemasan multilapis terdiri dari kertas, plastik, polyethylene dan aluminium foil agar kedap udara dan cahaya. Kemasan tersebut mampu melindungi kualitas susu segar dari pengaruh sinar ultraviolet hingga 10 bulan.
rn
rnDengan begitu susu cair UHT tanpa bahan pengawet ini bisa bertahan lama setidaknya sampai enam bulan, dengan catatan kemasanya masih utuh tidak cacat. Selain itu susu ini juga bisa dikonsumsi orang dewasa maupun anak-anak usia satu tahun ke atasrn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rnrn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rn
rnrnketerangan ngak penting....

  • Nilai foto: 28
  • Dilihat: 494
  • Waktu upload: Senin, 12 Sep 2011
  • Lokasi: sekolaha mana gitu, DKI Jakarta, Indonesia
Shooting Data
  • Aperture: n/a
  • Speed: n/a
  • ISO: 0
  • Kamera: Canon EOS 650 *
  • Lensa: Canon EF 50mm f/ 1.8 *
  • Filter: susu
  • * Masih menggunakan daftar alat lama yang mungkin tidak akurat.
Kritik dan Komentar
 Ichwan Susanto (14075)

13 tahun yang lalu

3 TU untuk keterangannya, 2,5 TU untuk eksekusinya :D

 Agung Oktavian Wijaya (8415)

13 tahun yang lalu

esai yg sangat bagus...mari kita beternak sapi perah....^_^..salam

 Anang Pitoyo (10344)

13 tahun yang lalu

Rp.1000,-..................................^_^

 Endrawan Subekti P (23679)

13 tahun yang lalu

susu murni nasional :)

 Teo Mikha Santoso (18652)

13 tahun yang lalu

esai yg panjang...................hi 5