Menjelang 63 tahun Indonesia Merdeka 


Hak cipta karya foto ada pada fotografer dan dilindungi oleh undang-undang.

Info

ISO Speed Ratings: 400

Shooting Data
  • Aperture: f/3.8
  • Speed: 1/200
  • ISO: 0
  • Kamera: Sony Panasonic Lumix DMC-FZ10 *
  • Lensa: LeicaDC VARIO-ELMARIT *
  • * Masih menggunakan daftar alat lama yang mungkin tidak akurat.
Kritik dan Komentar
Ratna Damayanti (469)

16 tahun yang lalu

keren !!!!!!! * ketikless * hehehe

 Karolus Naga (50633)

16 tahun yang lalu

Ia ikan yang terbang. Ia burung yang berenang. Dan saya, adalah saksi yang melihat semua itu dengan mata telanjang. Ia menatap saya dengan pancaran mata riang. Syahdu meliputi butir-butir hujan yang jatuh menimpa tubuh kami yang diam-diam menggelinjang. sembunyi-sembunyi, kami menikmati denyar-denyar di lautan perasaan paling dalam. Sementara kilat mencabik-cabik langit hingga berupa potongan-potongan gambar pantulan kami berjumlah jutaan. Ada yang hanya bagian kepala, ada yang hanya bagian kaki, dan ada yang hanya bagian tangan. Tak jarang kepingan-kepingan yang terlihat bagai pecahan kaca yang beterbangan itu saling berhantaman. Lantas jatuh menghajar kepala kami kala tak sedang ingin penuh. Menusuk ke dalam kekosongan otak yang terasa ringan. Hingga ada satu pecahan jatuh tepat di antara bibir kami yang tengah berciuman. Seolah dengan sengaja ingin memisahkan.Malam berenang dalam kesunyian. Deru ombak ditingkahi samar suara musik dari kafe di kejauhan pantai, saling beradu berebut perhatian. Kami terkapar di atas pasir basah. Dingin meresap pori-pori kulit kami yang telah menjadi keriput dan merinding. Entah karena dingin yang memanggang, entah karena nyala yang redup, entah karena basah yang kering, entah karena entah, karena entah adalah ketidaktahuan yang sering kali jauh lebih memabukkan daripada kesadaran. Bukankah kita semua membayar mahal untuk sebuah entah? Kafe di pinggir pantai itu pun terisi orang-orang yang rela mengeluarkan ratusan hingga jutaan rupiah untuk tidak sadar. Untuk saling bertukar lidah berludah dengan orang yang baru dikenal. Untuk muntah di atas jamban lantas terpingkal-pingkal. Untuk saling bersentuhan dan mendesah massal. Untuk larut dalam satu malam yang menawarkan sejuta gombal.Phuih! Ombak meludahi wajah kami yang ingin tak peduli. Tapi lendir ombak itu melekat begitu kental, begitu tengik! Mendakwa kelakuan kami sebagai jijik. Dan ia terpana. Girangnya sirna. Ia bukan lagi ikan yang terbang dan burung yang berenang. Dan ia menatap seolah saya adalah daging dan tulang yang terbalut kulit kerang. Muka badak, begitu istilah orang-orang. Maka saya tahu, hampir tiba saatnya waktu bersenang-senang hilang. Kebenaran dan kesalahan dipertanyakan. Saat penghakiman. Suara musik di kejauhan membisikkan mimpi yang mutlak terulang. Sendawa alkohol di permukaan udara. Bahana tawa. Bercinta di bawah para-para. Pesta pora. Sentuhan menggoda. Senyum manja. Membuat saya begitu jengah dengan segala aturan-aturan. Membuat saya muak mendengar melulu kebajikan. Maka…Phuih! Saya meludah ke mukanya. Lantas saya berlari sambil menarik dahak sebanyak-banyaknya di tenggorokan untuk segera melimpahkannya kepada ombak yang kurang ajar. Saya pun tak mau membuang waktu lebih panjang. Saya berlari kencang menuju kafe dengan kaki-kaki telanjang. Meninggalkannya dalam diam yang haru. Rajaman semu. Saya menunggu. Jakarta, Agustus 2004 -- Djenar Maesa Ayu - IKAN sisanya di rumah ...

 Danang Bimo Irianto (28739)

16 tahun yang lalu

semakin lama merdeka kok semakin sengsara...dimana uang haram bernilai M bergulir di ruang adem, kita tengadah sesak nafas siap jadi pindang<<--- maaf jadi curhat...foto yang memberi inspirasi

Rinto Sujarwo (2621)

16 tahun yang lalu

ikan ikut merayakan kemerdekaan yah...hahahahahahahaha sip banget

 Ruri Abdul Majiid (19465)

16 tahun yang lalu

pesan yg dalam untuk bangsa ini.....saluut...!!!