Di Ujung Pohon Pinang: Orang Indonesia Merayakan Kemerdekaan Republik Tercinta

Oleh:  Karolus Naga (50633)    15 tahun yang lalu

  0 

63 tahun sudah sejak Bung Karno membacakan naskah proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memasuki babak baru dalam kehidupannya, dengan sebuah kata 'merdeka' dengan gegap gempita. Dan hingga saat ini (walau kemerdekaan yang dicita-citakan masih jauh dari jangkauan) perayaan kemerdekaan masih tetap dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara meriah. Pemerintah menjadikan tanggal 17 Agustus sebagai hari libur nasional bahkan beberapa instansi memasukan tanggal 18 sebagai bagian dari liburan kemerdekaan tersebut.
Perayaan kemerdekaan, sebagaimana negara lainnya, dilakukan dengan upacara bendera di seluruh pelosok negeri. Bendera kebesaran dikibarkan setinggi-tingginya, menggapai langit biru yang luas tak berujung selayaknya perjuangan akan kemerdekaan itu sendiri. Pawai dan beragam acara hiburan diadakan dengan meriah di setiap balai kota, dimana semua orang terlibat langsung entah tua atau muda, pria atau wanita bahkan waria, dari berbagai suku bangsa yang tersebar di 16 ribu pulau di wilayah Indonesia. Masing-masing menampilkan keunikannya sendiri-sendiri namun dengan satu semangat, semangat kemerdekaan yang membara di dalam diri setiap manusia Indonesia.
Pada tataran masyarakat menengah dan bawah, ada sebuah hiburan yang wajib dilakukan pada setiap perayan kemerdekaan di Indonesia: Panjat Pinang.
Panjat Pinang adalah sebuah aksi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sebagai bentuk perayaan kemerdekaan yang sangat unik. Berawal dai tradisi masa penjajahan kolonial Belanda sebagai bentuk hiburan kelas atas (yang menjadi penonton dan terkadang donatur) dimana mayarakat kelas bawah (inlander/pribumi) berusaha menggapai ujung pohon pinang yang dikuliti dan dilumuri oli mesin yang disana terdapat hadiah yang digantung. Pada masanya, hadiah tersebut berupa celana panjang, kemeja dan beberapa alat dapur seperti piring atau senduk dan garpu, butternut coockies hingga commodore. Ingatlah bahwa dalam masa kolonial, barang-barang tersebut merupakan barang mewah yang hanya bisa dimimpikan oleh kaum pribumi dari kelas bawah. Dan kegiatan ini pun hanya dilakukan pada saat-saat tertentu, perayaan ulang tahun sinyo Belanda misalnya.
Kini, panjat pinang menjadi menu utama dari setiap perayaan kemerdekaan yang dilakukan di seluruh pelosok negeri. Pada beberapa tempat, kegiatan ini dilakukan baik di lapangan di tengah kota, ataupun di pesisir pantai, bahkan ada pula yang melakukannya di tengah sungai. Pohon pinang yang berasal dari bangsa palem tersebut dikuliti dan dihaluskan kemudian dilumuri oli mesin atau ditambahkan gemuk (semacam lemak pelumas bagian mesin yang khusus dengan tingkat kekentalan yang tinggi) dan dijemur seharian dengan tujuan agar batang pinang tersebut merata dilapisi oli dan juga agar gemuk tadi menjadi lebih encer (mencair) mengingat konsentrat gemuk yang mirip agar-agar membutuhkan panas yang cukup lama. Pada bagian ujung batang pinang tadi, dipasang sebuah lingkaran dari bambu yang pada lingkaran tersebut berbagai macam hadiah digantungkan. Sebuah bendera merah putih juga ditancapkan di ujung batang pinang, yang mana akan menjadi hak bagi orang pertama yang berhasil mencapai puncak. Tentu saja pada masa kolonial tidak ada bendera merah putih di ujung pohon pinang. Bagian pangkal pinang, ditanam kira-kira satu meter ke dalam tanah. Rata-rata tinggi pohon pinang dari permukaan tanah hingga ke ujungnya mencapai tujuh meter hingga sembilan meter lengkap dengan bau oli mesin dan panas matahari. Bandingkan dnegan perjuangan para pendahulu dalam memerdekakan bangsa ini yang entah panas, lapar, dahaga dan berbagai ancaman yang bisa merenggut nyawa namun tetap saja tak menghentikan mereka demi sebuah hadiah, sebuah kata 'merdeka'... merdeka atau mati. (artikel lengkapnya)

Karolus Naga 2008

Belum ada komentar