Oleh: Mira TJ (4738) 16 tahun yang lalu
Seperti saya bilang di part one, tulisan ini saya buat berdasarkan point-point yang dituliskan oleh Brian Auer mengenai portrait photography. Portrait photography di sini melingkupi semua umur, semua obyek foto yang bisa dibuat portrait-nya. Otomatis ada beberapa bagian yang harus saya rubah, karena ngga matching dengan esensi children portrait yang banyak dicari orang. Kata esensi di sini berhubungan dengan taste customer ya. Kalau bicara tentang eksperimen sendiri, ya monggo, jangan membatasi kreatifitas Anda dalam mencoba sesuatu. Tapi kalau bicara tentang taste customer, kita bicara apakah foto kita bisa dijual atau tidak, ada yang mau beli atau tidak. Jadi kita mengerjakan sesuatu yang kita perkirakan akan dinilai tinggi oleh customer. Bukan mengerjakan sesuatu 100% sesuai petunjuk customer ya, kita kan mampu memberi nilai tambah pada diri kita sendiri. Poin ke 6 & ke 8 dari tulisan Brian Auer, karena beresensi sama, saya gabungkan jadi satu. Saya akan tetap usahakan agar poin yang saya sampaikan ada 31. Nanti kalau lihat ada poin-poin yang pakai bahasa dewek...heheheheh itu dari saya. (6) MAKE LIGHT OF SITUATIONS / DON'T TRY SO HARD Bicara tentang memotret balita dan batita, maka kita bicara tentang ketidakberdayaan kita menghadapi kegagalan-kegagalan. Banyaknya foto yang kita buang. Banyaknya momen yang tak tertangkap. Semua itu bagi saya adalah hal yang tak terhindarkan dalam memotret batita/balita. Mau jam terbang sudah bertahun-tahun juga...saya masih saja banyak membuang foto, masih saja banyak kehilangan momen. Tidak jarang saking frustasinya saya memaki diri saya sendiri: ngga bisa moto. Itu ketika saya berada di lokasi. Hal yang berbeda ketika saya berada di rumah, melihat foto-foto yang saya jepret di layar yang significantly lebih luas daripada layar LCD dari DSLR saya. Baru di situ kelihatan, "oh-ini-bisa-digarap", "oh-ini-ternyata-bagus-juga", "lho-tadi-ini-kok-ngga-keliatan". Intinya, bawa diri Anda dalam situasi lain untuk melihat foto-foto Anda. Teliti lebih dalam pada saat yang lebih rileks. Di lapangan, seringkali kita tegang karena menghadapi anak yang rewel atau anak yang lempeeeeeeeeeng terus, ngga mau ngapa-ngapain. Jadinya syaraf udah tegang duluan, otak estetika Anda sembunyi di dalam sana. Jadi kalau udara pemotretan sudah mendung, suram, tak bertenaga, berhentilah, jangan memaksakan anak. Cobalah puas dengan apa yang sudah didapat. Jika anak-anak itu Anda paksakan tetap difoto, belum tentu hasilnya lebih baik dari yang sudah Anda dapatkan sebelumnya. Yang ada, Anda malah menyiksa anak-anak tersebut. (7) JANGAN RAGU UNTUK BERAKROBAT Aslinya, judulnya Photographers Are Friendly, yang mana kurang matching, mosok moto sesama fotografer? Kecuali kalau moto si kecil lagi jadi fotografer tentunya. Judul aku rubah jadi Photographers are Acrobatic. Ya, jangan ragu-ragu untuk berakrobat mendapatkan angle-angle yang pas dalam memotret si kecil. Namanya juga si kecil. Ukurannya lebih kecil dari kita. Otomatis, kita harus merendahkan diri kita agar satu level dengan mereka. Tadinya saya berpikir bahwa dapat memakai alat L finder yang seperti periskop itu akan memudahkan saya bekerja. Ternyata malah tambah susah. So, siapa yang mau beli L finder saya? Masih mulus, baru dicoba-coba aja, belum pernah dibawa ke lapangan. Diskon deh diskon. Hehehehehe. Belakangan saya tertarik dengan live view dan vary angle LCD-nya Olympus E3 (coba ya yang merasa ngeracunin saya waktu itu, ngacung!). Ini mungkin dapat mengurangi keharusan berakrobatik dalam mendapatkan angle yang pas. Sayang Olympus tidak punya lensa yang saya suka. Kalau punya...(dan ada duit)...bisa-bisa saya ganti agama ni. Capek juga nungguin Nikon ngeluarin kamera yang punya LCD twist&tilt, kayaknya mereka memang ndak punya teknologinya ya? Alasan lainnya yang membuat saya males hunting adalah... kebiasaan saya dalam memotret balita terbawa kemanapun saya memotret. Kebiasaan berakrobat itulah yang agak bikin malu. Malu kalau nanti2 foto-foto akrobatiknya beredar di FN. Hehehehehe. GR memang. Tapi TST lah. (8) BERPAKAIAN RINGKAS Karena saya harus berakrobat, terkadang di tanah lapang atau areal rerumputan, saya memilih memakai celana jeans 3/4 komprang. Kaki saya pernah terkilir gara2 pakai celana jeans panjang pas motret sepasang batita. Enggak lagi deh. Anda harus cepat, dari berdiri ke jongkok, dari jongkok ke tiduran, dari tiduran ke lesehan, dari lesehan ke tiarap, dari tiarap ke berlari, dari berlari ke jongkok lagi. Semua dilakukan dengan kamera siap di tangan, mata siap di viewfinder. Think you can do it?