Oleh: Wahyu Wening (1011) 19 tahun yang lalu
::. Berita .:: Selain Perjanjian Tertulis, Fotografer Disarankan Mendaftarkan Hasil Karyanya. Pendaftaran ke Ditjen HKI dapat dijadikan bukti yang untuk memohon penetapan hakim berupa penangguhan atau ganti kerugian sebelum perkara pelanggaran disidangkan. Karya fotografi tak hanya perpaduan antara keahlian dan cita rasa seni (estetika). Lebih dari itu, ada yang perlu dipahami oleh fotografer yaitu adanya perangkat hukum yang melindungi karya cipta fotografi. Perlunya perlindungan hukum biasanya baru disadari setelah hasil jepretan mereka ditampilkan di berbagai media tanpa menyebutkan identitas fotografer. "Sebenarnya bukan bayaran yang menjadi tujuan kami, tapi pengakuan atas karya itu yang lebih penting" tutur Tirto Andayanto, fotografer yang juga Dosen Fotografi Institut Kesenian Jakarta dalam pada acara bincang-bincang HKI yang diselenggarakan oleh Klub Fotografi Indonikon bekerjasama dengan IP Center Fakultas Hukum Universitas Indonesia(10/7/05)di Oktagon Galery, Jakarta. Supaya persoalan pemuatan foto itu tidak terulang, Tirto menyarankan agar fotografer berani membuat perjanjian sebelum menyerahkan karya fotonya. Menurutnya, adanya perjanjian bisa efektif karena fotografer bisa menentukan peruntukkan dari pemuatan karya foto, termasuk penentuan bayaran dan jangka waktunya. Sementara itu Ranggalawe Suryasaladin, Direktur Pusat HKI FHUI mendukung langkah yang ditempuh Tirto. Kata dia, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta menyarankan agar dilakukan perjanjian secara tertulis. Selain membuat perjanjian sebagai upaya perlindungan hak cipta, Ranggalawe menyarankan agar Fotografer juga mendaftarkan karyanya ke Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Menurutnya pendaftaran tersebut mempunyai beberapa keuntungan, yaitu dapat dijadikan bukti yang untuk memohon penetapan hakim berupa penangguhan atau ganti kerugian sebelum perkara pelanggaran HAKI disidangkan. Selain itu, dapat pula dipakai sebagai bukti bahwa telah dilakukan upaya-upayapengumuman oleh fotografer dan pengakuan dari negara bahwa fotografer bersangkutan merupakan pencipta atau pemegang hak cipta dari sebuah foto sebelum terbukti sebaliknya di Pengadilan. Ia menambahkan bahwa tujuan pemanfaatan sistem hak cipta adalah untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral fotografer serta mengembangkan industri fotografi. Sebab, tambah Ranggalawe, fotografi berpotensi menjadi sebuah industri yang menjanjikan. Tirto mengakui bahwa fotogrefer kurang memahami dan memanfaatkan keuntungan sistem hak cipta. Namun ia menambahkan bahwa sistem tersebut mengandung kelemahan, terutama bagi fotografer pemula. Pasalnya, proses pendaftaran ke Ditjen HKI memakan waktu dan biaya. "Uang pendaftarannya saja 75 ribu. kalau 1 rol berisi 36, terus 10 rol berapa (biaya yang harus dikeluarkan)?" tukas Tirto mengkritik prosedur pendaftaran hak cipta di Ditjen HKI.
Oleh: Guewin_WY ( Wiwin Yulius ) (103497) 19 tahun yang lalu
Setuju,... salah satu kendala bisnis di indonesia bagi investor adalah Birokrasi ...... Kalau proses pendaftaran Foto ke HAKI memakan waktu dan biaya ..... repot juga ..... Solusi : Pendaftaran OnlIne via Website .... tinggal dicari pelaksanaannya saja .... bebas Pungli :D
Oleh: Andie Tanadi (1418) 19 tahun yang lalu
Cara lain yang lebih sering saya tempuh untuk memnghindari birokrasi di Indonesia adalah, coba untuk jual foto anda di negara yang menghargai hak cipta anda, yang paling dekat untuk indonesia (singapur dan Australia).!