Oleh: Judhi Prasetyo. (38908) 19 tahun yang lalu
Awal bulan ini saya berkesempatan untuk kembali mengunjungi Bangkok - Thailand. Sebenarnya sudah lama ingin menulis liputan ini, namun karena keterbatasan waktu maka baru sekarang terlaksana. Hari Minggu sore itu saya menumpang Singapore Airlines meninggalkan bandara Changi Singapura menuju Bangkok. Sebetulnya agak berat saya meninggalkan keluarga di hari Minggu, tetapi karena besoknya pagi-pagi sekali ada konferensi yang harus dihadiri jadi terpaksa berangkat hari ini.
Setiba di atas daratan Thailand, langit mulai gelap tapi masih nampak sawah-sawah terbentang luas. Sungguh menakjubkan melihat bagaimana Thailand membuat sawah dan perkebunan sedemikian luas dan ditunjang prasarana jalan dan pengairan yang rapih. Tidak heran mereka menjadi negara pengekspor beras terbesar dan juga bahan pangan lainnya. Jadi teringat pesisir pulau Jawa yang subur namun kini berubah menjadi kawasan industri, terutama di sekitar kota Jakarta. Nggak aneh kalau Indonesia sekarang harus mengimpor beras :(
Dalam perjalanan dari Bandara Don Muang ke hotel, saya menemukan papan iklan yang menarik :D Mirip seperti yang saya dapatkan dulu di tol Jakarta-Cengkareng.
Daripada bengong di hotel, saya memutuskan untuk berjalan-jalan. Bell-boy hotel menawarkan pergi ke panti pijat, tapi saya yakin ndak boleh motret di sana, jadi mending ke tempat lain :D Saya memilih pergi ke sungai Chao Praya di jembatan seberang Hotel Shangri-La dengan menumpang taksi. Ongkos taksi sedianya hanya 40 Baht (Rp.10rb) tapi supirnya menawarkan untuk menemani saya memotret ke mana saja di Bangkok. Rupanya dia tertarik dengan cerita (baca: bualan) saya. Setelah tawar-menawar akhirnya dia setuju menemani saya selama 2 jam dengan ongkos 300 Baht (Rp.75rb).
Dari jembatan tersebut kami menuju ke Monumen Demokrasi Thailand. Sebetulnya saya yakin kalau 2 jam itu kurang. Tapi tak apa lah, masih bagus ada yang menemani hunting. Pak Supir itu tidak segan bertanya pada orang setempat tentang lokasi yang bagus dan parkir yang dekat. Dia bahkan rela membawakan tripod dan tas saya yang lumayan berat. Lumayan jadi ada caddie :D
Dari situ kami pergi ke jembatan Rama VIII yang megah dan masih nampak baru.
Ini pemandangan ke jembatan Phra Pin Klao dilihat dari jembatan Rama VIII.
Tanpa terasa dua jam berlalu. Dalam perjalanan pulang ke hotel taksi saya dihentikan oleh polisi yang sedang mengadakan razia. Mereka memeriksa tas kamera saya. Supir taksi menjelaskan bahwa saya adalah fotografer asing, akhirnya pak polisi membiarkan kami pergi. Di jalan pak supir menjelaskan bahwa mereka mencari pengedar dan pemakai narkoba. Saya sangat berterimakasih kepada Pak Supir (saya lupa namanya, susah sih) yang walaupun sudah agak berumur tapi masih sehat dan kuat menemani saya memotret malam itu.
Perut lapar membawa saya ke restoran yang menyuguhkan makanan ala North Indian di hotel tempat saya tinggal. Sambil menikmati hidangan, pengunjung disuguhi live music tradisional India yang mirip dangdut. Dasar gatel, saya jeprat-jepret makanan dan pemusiknya. Eh.. mereka malah suka dipotret dan akhirnya sekalian saja gambar2nya saya rekam ke dalam CD dan saya berikan kepada mereka untuk kenang-kenangan. BTW, makanannya terlalu banyak porsinya untuk dimakan sendiri. Saya jadi inget mas Aryono, kapan ya bisa makan North Indian food bareng beliau.
Besok sorenya sepulang konferensi dan meeting, saya berjalan kembali menuju sungai Chao Praya. Dari tepi sungai saya melihat jembatan Somdet Phra Chao Taksin di mana saya berada malam sebelumnya bersama supir taksi yang baik hati itu.
Tidak jauh dari situ nampak sebuah perahu bermotor sedang menunggu penumpang. Saya bertanya kepada penunggu perahu mengenai rute perjalanan dan ongkosnya. Rupanya dia tidak bisa Bahasa Inggris dan wajahnya keheranan melihat tampang saya yang mirip rata-rata orang Thai tapi nggak bisa ngomong Thai. Dengan bahasa Tarzan akhirnya saya tahu kalau ongkosnya hanya 2 Baht (Rp.500, murah betul) dan rutenya hanya ke seberang sungai lalu balik lagi. Saya pun mencoba naik perahu itu.
Setiba kembali di pinggir sungai, saya meneruskan perjalanan menyusuri kawasan Charoen Krung Road. Menurut peta di GPS saya, ada sebuah masjid bernama Haroon Mosque di sekitar sini. Bangunan yang rapat2 membuat sinyal satelit GPS tidak tertangkap dengan baik sehingga saya terpaksa bertanya kesana-kemari. Untunglah masjid ini cukup terkenal sehingga tidak lama kemudian saya menemukannya.
Masjid ini kecil saja, seperti masjid2 di kampung saya di Tegal. Di seberangnya nampak bangunan madrasah yang di dalamnya nampak anak-anak perempuan berjilbab kira -kira seusia Aily, anak perempuan saya yg berumur 6 tahun, sedang belajar mengaji. Saya mengambil air wudhu dan ikut berjamaah Isya di mesjid yang sejuk dan asri walaupun tanpa AC itu, sekalian membayar Maghrib yang terlewat tadi.
Saya terkesan dengan jam digital yang menunjukkan waktu sholat ini. Dia tidak saja menunjukkan waktu tapi juga berfungsi sebagai alarm yang akan berbunyi jika waktu sholat sudah tiba. Muazin yg bertugas segera mengumandangkan azan setelah mendengar alarm ini. Rupanya jam seperti ini adalah perlengkapan standard di masjid-masjid di Bangkok. NB: perhatikan tanggal di kanan bawah itu bukan 31-01-05 tapi 31-01-48, ini karena menurut penanggalan Thai adalah tahun 2548, bukan 2005 :)
Masjid Haroon dibangun 120 tahun yang lalu oleh saudagar merangkap ulama dari India/Srilangka, demikian diceritakan oleh orang2 setempat yang menyuguhi saya teh khas Srilangka yang dibubuhi susu murni kental dan panas sampai muncul 'langitan' nya. Saya sangat gembira karena merasa bertemu dengan saudara yg walaupun berbeda warna kulit dan bahasa tapi punya tujuan hidup yang sama.
Setelah mengobrol panjang lebar (Bahasa Inggris mereka bagus, kebanyakan pedagang dan pegawai yg berpendidikan), saya berpamitan dan kembali ke hotel. Di tengah jalan saya melewati bangunan ini, entah apa namanya.
Hari berikutnya, ketika menjelang sore saya sudah bersiap-siap mengosongkan CF card dan membersihkan lensa. Tetapi akhirnya saya putuskan untuk tidak membawa DSLR dan sekedar membawa Canon A80 saja. Rasanya begini saya bisa mengambil candid shot dengan lebih leluasa.
Di Bangkok banyak sekali penjaja makanan seperti ini. Karena saya tidak mau ambil resiko memakan sesuatu yang tidak pasti maka lebih baik tidak beli :D
Saya berjalan menyusuri beberapa Soi (gang) di kawasan Silom ke arah distrik Patpong. Di salah satu Soi saya kaget menemukan sebuah masjid yang lebih besar daripada Masjid Haroon. Masjid ini sedang dalam renovasi, nampak beberapa orang sedang mengecat dan mengelas pagar.
Langsung saja saya membuka sepatu dan masuk ke dalamnya untuk bergabung dengan jemaah lainnya.
Seusai sholat Isya, rasa lapar kembali menyerang. Apalagi setelah melihat iklan daging kambing ini :D
Kebetulan di depan masjid ada ibu-ibu mengenakan kerudung berjualan ayam goreng mirip KFC. Entah apa tulisan di spanduknya tapi saya mengenali tulisah Arab yang berbunyi HALAL. Angka 25 itu pastilah harganya dalam Thai Baht (Rp.6rb). Seperti biasa, saya mendapat pandangan aneh dari orang2 situ karena tidak berbicara Bahasa Thai. Namun sebodo amat, yang penting saya bisa menikmati ayam goreng ini. Yang agak aneh, waktu saya minta nasi, dikasihnya nasi ketan yang dibungkus dalam plastik dan disimpan dalam termos nasi. Entah memang orang situ makannya nasi ketan atau salah ngambil? :D
Keesokan harinya adalah hari terakhir kunjungan saya di Bangkok. Setelah menyelesaikan semua urusan, saya segera menuju ke bandara Dong Muang dimana Singapore Airlines Boeing 747 sudah menunggu.
Benar2 saat yang menyenangkan karena sebentar lagi saya akan bertemu kembali dengan keluarga di Singapura :) Terimakasih sudah membaca topik ini. Semoga catatan perjalanan ini ada manfaatnya. Foto-foto lain yang sempat saya ambil di Bangkok juga bisa ditemui di topik Fotografi Politik.
Oleh: Hedi Priamajar (49168) 19 tahun yang lalu
Cakep2 banget fotonya, Oom. Pa lagi foto malamnya, kayaknya noise-free yah ? :D Jangan2 mereka (penduduk lokal) pada bingung, kok kandidat pemilu jalan2 beli ayam goreng dan gak bisa ngomong Thai ;)) yg foto berdua itu, kayak adik-kakak :DMakasih untuk sharing-nya.
Oleh: iing Gunawan, sidoel (27236) 19 tahun yang lalu
enak banget luh Jud, kalo travel bisa keluar dari singapore ;;) :-? kalo elo jalan2 pasti salah satunya ada foto makanan deh