Oleh: Angiola Harry (224) 19 tahun yang lalu
Seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung yang mengambil jurusan fotografi pada acara pameran foto di galeri RM Nusantara mengatakan pada dosennya, "Sebenarnya penilaian fotografi itu membingungkan ya? karuan kalo fotojurnalis mah ngga usah susah-susah teknik motretnya," katanya. Dia juga bercerita waktu itu sedang memotret di tengah keramaian kota di Jl Asia Afrika, Bandung lantas tidak jauh darinya beberapa gedung tampak juga seorang fotografer yang sedang memotret, entah apa yang dipotret. "Ah paling itu mah, wartawan, ga kaya gue lah fotografer tulen", ujarnya enteng. Sementara saat berdiskusi tentang foto, di ruang redaksi harian di sebuah perusahaan koran terkemuka di Surabaya, salah seorang wartawan (tulis) bilang, "Kayaknya kita butuh seorang fotografer lagi nih, si 'anu' ngga nerusin kontraknya lagi. Ada tuh tadi yang ngelamar anak jurusan fotografi dari fakultas seni dan desain, udah pengalaman 2 tahun di studio foto" kata si wartawan. Tapi komentar si wartawan foto ternyata lain lagi, "Ah, ngga kepake lah yang kaya gitu, dan pasti bakal lama nge-trainingnya. Apalagi pas masuk ke masalah angle foto, wis repot nge-trainingnya. Mereka ngga punya kemampuan teknik jurnalisme, jangan-jangan fotonya ngga berbicara alias setelan 'pasfoto' aja," katanya enteng. Akhirnya saya melihat adanya per-tolak belakangan antara sang fotojurnalis dan sang fotografer kuliahan. Belakangan juga saya pernah berbincang dengan salah seorang dosen fotografi, juga dari Bandung. Saya berbicara mengenai fotografi. Suatu ketika di tengah pembicaraan saya menanyakan dia mengenai situs ini dan menawarkan padanya siapa tahu ingin melihat beberapa hasil foto yang 'daily picture'nya selalu di update. Tapi menurut dia situs ini sangat condong ke arah fotojurnalis, "Ya, kita bisa lihat para pengasuhnya kan kebanyakan dari pers. Jadi kelasnya ya PERS," katanya. Lantas yang saya pikirkan sampai saat ini. Apakah memang terjadi sebuah pertolak belakangan antara fotojurnalis dengan foto...apalah itu disebutnya saya juga ngga tau.. Dan seaindainya jika mengadakan sebuah perlombaan foto, dan penilaiannya sudah pasti tergantung sang juri. Bagaimana jika antara juri satu dengan lain kebetulan berbeda 'aliran seperti itu. Apakah penilaian itu bisa di review atau bagaimana nih...
Oleh: Steven Jodistiro (12857) 19 tahun yang lalu
aduh pusing bacanya mas..coba di kasih spasi antar paragraf dong.
Oleh: Arie Lendra Putra, ST (20556) 19 tahun yang lalu
penilaian orang berbeda2 mas....siapa bilang foto jurnalistik itu gampang, mhotonya mungkin memang gampang, tapi momentnya.....itu yang susah nyarinya..............mau foto jurnalistik tapi artistik...wah banyak tuh.........salah satunya...sang maestro.....Natchwey
Oleh: Feri Latief (10508) 19 tahun yang lalu
Kalau fotojurnalis (menurut teorinya) mengandung 5W + 1H, bedanya gitu aja kok....untuk angle yang beda itu masalah bagaimana menggali lebih dalam lagi subyek foto biar dapat cerita lebih banyak lagi dari sang subyeknya....Melihat hal yang biasa dengan cara yang tidak biasa....
Oleh: Kristianto Gunawan T (145148) 19 tahun yang lalu
Yang jelas seorang fotografer jurnalis harus mempunyai naluri khusus untuk mengetahui momen dan even apa yang patut diambil. Kuliah mungkin hanya mengenai tehniknya, tetapi di lapangan faktor tadi yang lebih memegang peranan. Apabila ditambah lagi dengan selera dan bakat yang khusus, maka hasil foto jurnalisnya akan menjadi semakin ampuh. Kita lihat teman Arbain dan Yuyung Abdi, karya mereka enak dilihat dan ada diantara foto mereka yang masuk kategori istimewa. Saya yakin mereka tidak akan diskusi dulu mengenai angle dsb karena momen yang tepat akan terlewati... :) Mengenai Juri foto pada suatu even foto, kita tidak bisa mengharap suatu standart yang baku bagi semua juri, Faktor selera amat berperanan, dan faktor luck bagi peserta yang ikut juga ikut berbicara Apabila seluruh jurinya berselera yang sama dengan Anda, maka pasti Foto Anda akan menjadi faforit..., tetapi itu sulit kan :) Yang penting dalam berperan serta dalam suatu even foto, kita tetap dapat enjoy, baik foto sendiri yang menang ataupun tidak, enjoy aja... :))
Oleh: Fr. Edy Santoso, Singomoto (189664) 19 tahun yang lalu
Sayangnya kayknya lawan bicara anda kurang wawasan tuh ... suruh melototin FN seharian .. akan banyak aliran baru yang dia temui ... emang BG-nya valens dan kristupa dari pers ... ?? wah salah besar itu .. kristupa dulunya tukang minyak ...he..he..he... salam dahsyat,
Oleh: Arbain Rambey (103716) 19 tahun yang lalu
Ada omongan kelas pinggir jalan dan ada omongan yang bermutu. Pengkotakan ala ceritera Anda adalah kelas pinggir jalan. Ada perbedaan dalam segala hal, tapi tidak ada perbedaan yang begitu signifikan dalam fotografi saat ini. Sebuah foto salon (katakanlah karya Darwis Triadi), bisa jadi foto jurnalistik kalau misalnya sang model dalam foto itu tiba-tiba terlibat perkara besar. Waktu Zarima disebut sebagai Ratu Ekstasi, tidak banyak yang punya fotonya. Jadilah foto Zarima mejeng di tepi kolam renang jadi foto-foto halaman depan koran. Foto jurnalistik kan tidak cuma foto kejadian. Foto wajah, foto pemandangan, foto bayi, foto sepakbola, bahkan foto sebuah rumah bisa jadi foto jurnalistik. Dangkal sekali kalau membatasi foto jurnalistik semata foto kejadian. Memang akan muncul spesialis-spesialis. James Nachtwey kalau disuruh motret sepakbola mungkin berantakan, sementara Andrew Bernstein juga kelabakan kalau disuruh meliput ke Aceh. Kesel juga membaca omongan-omongan orang yang mudah memvonis bahwa orang lulusan seni tidak bisa motret jurnalistik. Di tes dulu baru ngomong dong....emangnya bakat bisa dilihat dari sekolahnya ?
Oleh: david hermandy (3403) 19 tahun yang lalu
Wah bang Arbain ngamuk .... tenang bang... semok on the water dulu :D Meremehkan orang lain adalah kesalahan yang paling fatal..... Aliran fotografi apa saja bisa dipelajari dan tidak susah, hanya saja membutuhkan waktu dan tidak semua orang memerlukan waktu yang sama.... menciptakan sebuah aliran foto .... ini yang paling sulit....
Oleh: Judhi Prasetyo. (38908) 19 tahun yang lalu
Menjelekkan orang lain biasanya sekedar untuk menutupi kejelekan diri sendiri saja.
Oleh: Dany Kartiono (20924) 19 tahun yang lalu
Eh saya curiga, Jangan2 om Arbain seorang wartawan foto nih. :-" :-"
Oleh: Suryo Wibowo (25088) 19 tahun yang lalu
:-? diskusinya menarik sekali...meremehkan orang itu sebenernya sama ama stereotype...nggak baik dan malah merugikan diri sendiri dan orang lain. imo.
Oleh: Dhian Raharjo (11690) 19 tahun yang lalu
ke'aku'an dari masing2 aliran foto itu memang harus ada. nilai positip buat fotografernya, akan lebih memacu penggalian proses kreatif dari alirannya untuk menyajikan 'iniloh kelebihan gaya kami' ketimbang mereka. trus klo masalah arogansinya yang kelebihan seperti kasus yang dibuat (-buat) seperti dalam thread ini, anggap saja itu sifat manusiawi yang gak mau kalah, merasa dirinya lebih dari yang lain. lalu kongkritnya, yaitu pada sebuah penjurian dari lomba foto seperti poin kak Angiola Harry di atas, toh sebuah lomba akan memiliki tema yang lebih khusus, kan? tentunya dengan juri yang telah dipilih sesuai alirannya juga dong. juga apa mungkin kalo memang misalnya bener seorang juri yang beda aliran dengan tema lombanya akan menganggap semua foto itu tidak layak alias jelek? gimana sih... keterlaluan kan orang itu? gimana ya ngomongnya... pokoknya gak mungkin terjadi lah, gimana sih
Dhian, kamu makan apa barusan? Nulisnya kok belepotan gitu? Kamu bukan bergaya jurnalis ya? :p
Oleh: rangga DENAN (7171) 19 tahun yang lalu
Kembali ke motto FN ... Biar Foto Yang BicaraNyambung ga sih gw?! Ato OOT??? :-? :-? :-?
Thanks atas semua comment yang anda berikan.. ini semua membuat saya jadi rindu kembali untuk bisa kembali ke fotojurnalis. Entah kenapa yang jelas setelah saya berpindah aliran ke non-journalist photograph saya malah jenuh dan beku. Entah saya yang salah atau saya masih labil, tapi yang jelas di hati kecil saya sekarang, saya ingin bisa kembali jadi seorang photojournalist. Seberapapun kerasnya dunia itu, tapi i miss it so very much..
Oleh: Indi Soemardjan (7483) 19 tahun yang lalu
Emangnya ada orang yang jadi Fotografi? Kesian banget ya jadi dua dimensi... :)
IMHO, jadi photojournalist nggak usah harus kerja di surat kabar atau penerbitan tertentu.
Oleh: Bayu Arya (665) 19 tahun yang lalu
Satuju dengan pernyataan Bang Arbain dan Mas Judhi. Klo dosen mas Harry masih ngotot juga, coba di suruh lihat hasil maestro photo W. Eugene Smith (my favorit photographers). Photonya artistik dan berbicara banget. Ngga cuma itu, Eugene punya moto "fotografi itu ibarat melukis dengan cahaya" Edan gak sih lho?
Oleh: Alif Sowandono (919) 19 tahun yang lalu
memang, sebenarnya jangan ada pengkotak - kotakan dalam seni fotografi, semua aliran yg pasti mengandung seni, dan untuk mas k. danie sekedar informasi bang arbain ini memang bergerak di foto jurnalisme, dengan bukti hasil foto - foto beliau masuk di kompas dengan cetakan yg lumayan besar. kita sesama fotografer haruslah menghilangkan perbedaan itu, masalah yg utama gimana memastikan masyarakat umum tentang fotografi, dan memang kejadian yg ditulis mas hary pernah terjadi pada saya, saat saya mencoba melamar di studio photo wedding hal yg serupa ditanyakan pd saya.
Oleh: Eleena Oktavian (1448) 19 tahun yang lalu
eh gue udah di media lagi lho...!! thanks atas semangat dari kawan2 semua, i have got what i want lagi nih...
Oleh: novita kusumaningrum (1) 19 tahun yang lalu
lhooo....bukannya membuat foto jurnalis itu bisa dipelajari? asal kita sudah tau dsar2 fotografi kita pasti bisa.tapi jangan lupa juga untuk mempelajari jurnalistik, biar nanti nyambung dengan tulisan yang dibuat.serin2 berlatih and yang penting terjun langsung ke lapangan (jangan lupa pake parasut ya bo! heheheheh)... salam....