Perlukah standard ISO dan ASA di dunia fotografi tanpa film?

Oleh:  Indi Soemardjan (7483)    20 tahun yang lalu

  0 

Rekan2,
Bersamaan dengan munculnya pelbagai teknologi sensor untuk kamera digital (non-film/non-kimia) namun saya perhatikan bahwa hampir semua produsen kamera2 dari yang sederhana sampai yang mewah semuanya masih menggunakan sebuah standard pengukuran sensitivitas terhadap jumlah cahaya yang masuk ke sensor, dan yang mereka gunakan adalah ISO/ASA.

Pertanyaan saya:

Apakah ada pergerakan dari produsen kamera digital untuk membuat standard yang mungkin dapat mengganti standard ISO/ASA yang ada?

Kodak-lah yang dulu menentukan spesifikasi ISO/ASA tersebut dan seiring dengan melemahnya posisi Kodak di pasar fotografi digital, apakah ada produsen lain yang ingin menciptakan standard baru?

Menurut pendapat saya: Sebaiknya produsen CCD/CMOS membuat standard semacam ISO/ASA sendiri karena "density" yang diperlukan untuk dunia digital jauh lebih tinggi daripada "film", yakni dgn kepadatan pixel dan sensitivitas cahaya sedangkan film tidak diwakili oleh kotak2/pixel, melainkan oleh butir2 bulat/grain.

Sekian dulu dan semoga bisa jadi bahan diskusi yang menarik!

(Saya berdoa "Mudah2an topik ini berguna dan tidak dihapus oleh otorita FN") :)

Re: Perlukah standard ISO dan ASA di dunia fotografi tanpa film?

Oleh:  Willy Sutrisno (1031)    20 tahun yang lalu

 0 

No need to recreate the wheel. IMHO

Re: Perlukah standard ISO dan ASA di dunia fotografi tanpa film?

Oleh:  Indi Soemardjan (7483)    20 tahun yang lalu

 0 

Willy,

Apakah ini berdasarkan anggapan bahwa ISO dan ASA tidak perlu mendapatkan Amendment atau Revision?

Omong2, apakah kelemahan sistem ISO dan ASA dilihat dari segi perkembangan industri dan teknologi "digital photography"?

PS: Of course there is no need to reinvent the wheel, but the wheels are all now in different designs (stronger dan lighter), although still round in shape.

Re: Perlukah standard ISO dan ASA di dunia fotografi tanpa film?

Oleh:  R. B. Isworo (5770)    20 tahun yang lalu

 0 

Menarik sekali. Pada beberapa diskusi yang pernah saya ikuti. Ada beberapa informasi sebagai berikut (jangan dimakan mentah-mentah):

Kemungkinan tidak semua kamera digital menggunakan amplifikasi analog (output dari CCD sebelum masuk ke A/D converter di amplifikasi sesuai ISO) untuk meningkatkan ISO/ASA. Beberapa kamera mungkin menggunakan metode multiplikasi hasil RAW ccd data. CCD buckets mempunyai voume yang tetap (hanya bisa menangkap photon dalam jumlah tertentu per photosite). Nah hasil outputnya setelah melalui A/D converter di multiplikasi sesuai dengan ISO yang dipakai. Contoh nih: CCD yang dipakai oleh Minolta Dimage 7(original, UG, i dan hi) menggunakan CCD Sony ICX282AQF dengan Sony CXD2498R timming generator for frame readout CCD, mempunyai native ISO 133. Saya tidak tahu apakah A1 menggunakan CCD yang sama, karena seri 7 menggunakan Interlaced CCD, dan A1 menggunakan progressive CCD.

Salah seorang member di Unofficial Moderated Minolta Digital Camera Forum pernah melakukan pengamatan yang menunjukkan bahwa multiplication factor untuk mencapai ISO 100 adalah 0.75 (133x0.75 = ISO 99.75). Dengan demikian tidak semua noise yang dihasilkan adalah benar-benar merupakan CCD noise, tapi ada juga round-off noise yang terjadi karena round-off error pada perkalian floating-point. Namun ada juga yang berpendapat ISO 100 adalah factor 1 (dengan demikian ISO 100 sebenarnya adalah ISO 133). Hal ini mungkin konsisten dengan hasil yang didapatkan di Dimage A1, dimana usernya banyak yang menggunakan Exposure compensation sebesar EV -0.3. Meskipun demikian Phil Askey dari Dpreview pada review A1 menyatakan bahwa "In our tests both the Minolta DiMAGE A1 and Canon PowerShot G5 proved to be approximately three quarters of a stop (0.7 EV) more sensitive than the selected ISO"

Nah dengan pemikiran di atas, muncul sebuah ide (baru ide saja) bahwa konsep keseluruhan image diekspose dalam satu tingkat ISO (yang berasal dari konsep film) bisa diubah dengan pola CCD (yang menurut mereka mungkin lebih tepat untuk CCD dibandingkan dengan pola film). Dalam ide ini, satu bidang CCD bisa mempunyai lebih dari satu tingkat ISO, sesuai dengan terang/gelapnya tiap-tiap bidang. Nah bakalan muncul komplikasi, bidang mana yang harus gelap dan bidang mana yang harus terang harus ditentukan oleh fotografer atau program khusus yang cukup smart. Ini akan makin kompleks, karena seolah-olah tiap-tiap bidang punya meter sendiri yang mengukur tingkat eksposure tiap-tiap bidang, dan fotografer harus mengukur bidang-bidang tersebut. Kesulitan kedua adalah menentukan bidang-bidang tersebut sifatnya fix (tetap tidak berubah2) atau bisa diubah sesuai dengan keinginan si fotografer. Ini baru sebatas ide, saya tidak tahu apa bisa diterapkan atau tidak, yang jelas kalau diterapkan pasti akan makin kompleks kameranya.

Di atas hanya sedikit informasi yang saya jumpai. Belum tentu semuanya benar, belum tentu semuanya salah. Yang jelas si penemu pola multiplikasi menemukan hal ini ketika membongkar raw file Dimage 7 . Sampai sekarang tidak jelas juga apakah Dimage seri 7, dan seri A menggunakan multiplikasi atau amplifikasi.

Informasi mengenai Sony CCD yang dipakai di 7xx dapat dilihat di sini
Diskusi mengenai ISO di Dimage 7xx/Ax dapat dilihat di sini dan di sini. Kelihatannya sih applicable juga untuk kamera digital lain.

Re: Perlukah standard ISO dan ASA di dunia fotografi tanpa film?

Oleh:  Indi Soemardjan (7483)    20 tahun yang lalu

 0 

Pak Isworo,

Terima kasih atas tanggapan dan informasi teknis yang amat menarik!

Apakah ada pembicaraan serupa di antara pemain industri mengenai CMOS (yang agak serupa dgn CCD)?

Salam,

Indi

Re: Perlukah standard ISO dan ASA di dunia fotografi tanpa film?

Oleh:  Dedy P Putra (5942)    20 tahun yang lalu

 0 

ini bermutu nih diskusinya...

Re: Perlukah standard ISO dan ASA di dunia fotografi tanpa film?

Oleh:  iing Gunawan, sidoel (27236)    20 tahun yang lalu

 0 

wow, bang rb keren euy, heheh thanks buat penjelasannya

Re: Perlukah standard ISO dan ASA di dunia fotografi tanpa film?

Oleh:  Ucok P. Harahap (40158)    20 tahun yang lalu

 0 

Pernahkah terpikir bahwa ISO / ASA tersebut tidak hanya digunakan untuk metering kamera / kepekaan film ?...... Flash meter, flash, lampu studio, mesin pencuci film, alat cetak, bahan kimia untuk memproses dan mencetak film, dll. dibuat dengan mengacu pada standard tersebut.

Berapa banyak peralatan yang terbuang cuma karena perubahan suatu standard pengukuran (bukan perubahan teknologi). Kalau meminjam istilah para ulama, lebih banyak mudharatnya dari manfaatnya.

Re: Perlukah standard ISO dan ASA di dunia fotografi tanpa film?

Oleh:  Gunawan Wibisono (26231)    20 tahun yang lalu

 0 

Setuju dengan pak Ucok.
kalo membuat suatu standar baru repot mungkin ya..
ekstrimnya kalau kita ubah standar panjang dengan satuan selain meter (suatu standar internasional) dengan panjang yang berbeda, bisa lah dibayangkan repotnya.....

Re: Perlukah standard ISO dan ASA di dunia fotografi tanpa film?

Oleh:  R. B. Isworo (5770)    20 tahun yang lalu

 0 

Bukannya mau mengubah ISO. ISO tetap ada, tapi mungkin penerapan di konsep digital sebenarnya bisa jauh lebih fleksibel dari penerapan di film. Toh itu cuma algoritma. Basically every pixel dalam CCD adalah satu unit sensor kan? Sensor cahaya. Dari situ kan bisa keluar informasi seperti berapa EV yang diterima oleh CCD itu, warnanya apa (with respect to bayer filter di atasnya .. kecuali Foveon). Kenapa informasi itu nggak diolah lebih lanjut? Itulah pertanyaan yang muncul. Granted .. computing power dalam kamera digital (DSLR sekalipun) belum mencapai requirement minimal yang diperlukan untuk pengolahan image seperti itu dalam kamera. Tapi it's changing. Canon mempunyai processor DIGIC yang lumayan powerfull, Olympus punya memory besar di kamera E1 (256mb kalau nggak salah dibandingkan dengan 64mb di kebanyakan prosumer), minolta A1 punya 300 (yup tiga ratus) segment metering di A1. We're a step in the right direction.

It's digital ... open your mind ... anything is possible, it's just algorithm :D Saya jadi inget feature yang dulu sering disebut sebagai "auto composition" pernah ada diskusi menarik mengenai ini di rec.photo (usenet news) di awal dekade 90an. But that's another story.