Oleh: Indi Soemardjan (7483) 20 tahun yang lalu
Rekan2, Selama ini saya sedang mencoba mengurangi error dalam pengukuran cahaya dengan selalu ingat untuk melakukan bracketing 2-3 kali untuk setiap posisi. Sewaktu dulu saya saya masih giat main2 fotografi dengan film hal tersebut cenderung merupakan pemborosan film, tapi dgn adanya teknologi digital maka kita bisa "lebih senang" (melayu, baca: lebih mudah) untuk melakukan itu sesuka hati (+1EV, -1EV, +1/3EV, -1/3EV dst). Pertanyaan untuk para kakak2 senior: Kira2 metode bracketing spt apakah yang paling menghemat waktu/optimal dan efektif? Apakah ada beberapa petunjuk/tips agar saya bisa lebih menghemat waktu dalam melakukan bracketing tsb mengingat banyak obyek yang saya ingin jepret biasanya tidak diam lama di suatu posisi? Salam, Indi
Oleh: Rochim Hadisantosa (104553) 20 tahun yang lalu
Selain bracketing eksposur, yg menarik juga adalah bracketing momen, bracketing komposisi, bracketing angle. Keempat bracketing itu kalau mau bisa dikombinasikan... misal momen pertama diambil dng 3 komposisi berbeda, masing2 komposisinya diambil dng angle berbeda (low-high), masing2 anglenya diambil dng 3 eksposur berbeda.. dst Nah itulah cara bracketing yg paling membuang waktu.. :D Bracketing eksposur paling efektif/cepat tentu dng set bracketing pada kamera, nggak secara manual. Untuk kondisi dng kontras cahaya keras saya biasanya bracketing dng beda eksposur tinggi, misal -0,7, ± 0, +0,7, +1,3, +1,7. Tapi sangat jarang dilakukan krn saya pake film. Untuk kontras yg nampak seimbang, saya jarang bracketing, krn percaya dng metering kamera.
Oleh: Anton Gunadi (5279) 20 tahun yang lalu
Apakah ada yang bisa menjelaskan dalam bahasa amatir dan awam, apakah Bracketing itu? Thanks
Oleh: Bny W.S (2323) 20 tahun yang lalu
Bracketing sebenarnya jg (agak) percuma juga ya, soalnya pas dicetak pun, operator juga maenin kontras, saturasi dsb, sehingga tampak normal juga (normal bagi mata si operatornya) (makanya kl operatornya dah ngantuk, foto kita yg under pun bisa dibuat over banget) :D :D, salah satu faktor knapa saya males bikin bracketing huehueheuehuhee :p
Anton, Exposure Bracketing itu sebuah proses untuk membuat pilihan kita semakin banyak dengan menaik turunkan jumlah cahaya yang kita inginkan, yakni dengan melakukan beberapa setting di kamera sehingga kita tidak hanya mengambil satu frame untuk satu subyek melainkan beberapa kali dengan pengaturan aperture/shutter speed yang sedikit berbeda (dibuat underexposed atau overexposed relatif dari nilai jumlah cahaya yang disarankan oleh kamera). Spt yang mas Rochim sebutkan diatas, hal ini sebetulnya bisa diperluas lagi maknanya menjadi Bracketing untuk sudut pandang dan lain sebagainya. Anggap saja spt memasak nasi goreng, mungkin hari ini masak dgn dua sendok teh garam, besok dengan satu sendok teh garam dan lusa dengan tiga sendok teh garam. di hari berikutnya anda tentukan yang mana yang anda paling suka :) Bracketing sangat berguna namun saya ini memang sering lupa untuk melakukannya lebih sering. Terima kasih mas Rochim atas tips nya :)
Oleh: Suryo Wibowo (25088) 20 tahun yang lalu
idem Rochim dan mas Bny W.s, saya juga jarang bracketing. mas Bny ada benarnya. menurut saya, bracketing cocok dilakukan dalam pemotretan menggunakan film slides yang ruang main kontrasnya lebih sempit dibandingkan film negatif.
Oleh: Adi Ganda Wijaya (5025) 20 tahun yang lalu
hm........ sebisa mungkin tidak memainkan bracketing. bracketing itu menurut saya upaya membuang buang film saja yang sama sekali tidak berguna. menurut saya dan kita semua bisa belajar untuk melihat object yang akan kita ambil gambar nya. apakah itu middle tone (gray 18%), higher tone, atau lower tone. kalau object nya ada di middle maka kita bisa percyakan kepada metering kita. kalau di atas middle tone, kita bisa naikan kompensasi. kalau di bawah tone nya, maka kita turunkan kompensasi. mudah kata nya kalau warna itu semakin putih kita naikin kompensasi semakin tinggi (ie. +1.7 s/d +2). kalau itu warna semakin hitam kita turunkan kompensasi semakin rendah (ie. -1). ini juga berlaku pada digital camera. cuman saya menemukan dslr tidak memerlukan penaikan atau penurunan kompensasi sebanyak saya memakai velvia 50. maka dari itu imho, bracketing harus dan sangat di hindari. atau mungkin kalau kita sangsi apakah object putih yang saya akan foto hanya dengan kompensasi +1 sudah cukup? nah baru anda boleh memikirkan +1.5, tapi jangan kepikiran untuk menaruh kompensasi -1. itu jauh dari yang kita perlukan tentu nya. semoga membantu.
Terima kasih atas komentar dan masukkannya, Adi! Saya ingin membahas mengapa bracketing itu cukup dirasa perlu: Bukankah "built in metering system" di kamera2 bertugas untuk memberikan "saran" mengenai kombinasi shutter speed/aperture yang bukan merupakan hal "absolut"? Mohon bayangkan 2 orang dengan "tone" kulit berbeda: -ada satu orang berkulit putih amat pucat (spt orang dari swedia) berdiri di sebelah orang berkulit amat gelap (spt orang dari papua) -dimana keduanya berdiri berdampingan di depan sebuah dinding polos dengan warna kelabu 18%. Nah, bagaimanakah caranya agar anda bisa mendapatkan tone yang bagus dari kedua orang itu tanpa melakukan bracketing (foto close up hitam-putih dari pinggang sampai kepala) ? Apabila anda melakukan spot metering, orang yang mana yang akan anda pilih sbg pilihan terbaik untuk mendapatkan tone yang sesuai grey card anda? Ini salah satu tantangan klasik di dunia fotografi :) Dalam situasi ini, dilemma nya adalah: -apabila anda ukur ke orang yang berkulit terang, maka orang yang berkulit gelap akan nampak under-exposed di hasil foto -apabila anda ukur ke orang yang berkulit gelap, maka orang yang berkulit terang akan nampak over-exposed di hasil foto Saya rasa tidak ada jawaban yang absolut/mutlak benar dalam keadaan diatas, sehingga muncullah proses melakukan bracketing (dgn banyak aneka pilihan EV maupun sudut pandang); yakni untuk memperbesar kemungkinan kita mendapatkan kombinasi yang paling bagus sesuai selera kita, bukankah begitu? :) Saran saya: Cobalah, karena bracketing itu, spt yang mas Rochim utarakan diatas, adalah salah satu proses yang berguna untuk belajar mendapatkan hasil yang lebih bagus dari sebelumnya. Terima kasih!
waduh saya ngetik udah ampir sehalaman ilang gara gara ke log off dengan sendiri nya dari fotografer.net pada waktu mengirim komentar. yah gini aja pada inti nya. kalau saya akan meter orang yang berkulit putih lalu saya tambah kira kira +0.7. dan saya akan bilang kalau orang yang berkulit gelap akan menjadi sedikit gray tapi tidak banyak. sebab latitude dari semua film itu seperti gunung yang di mulai dari landai lalu naik mencuat. nah yang landai itu yang warna hitam, yang mencuat itu yang warna putih. jadi kalau di geser EV +0.7 maka yang putih akan menjadi putih (drastis), sedang yang hitam naik ke arah gray tapi tidak banyak (karena curve nya landai). mohon maaf kalau anda kurang setuju dengan pendapat saya. karena saya bilang apa yang anda utarakan sangatlah benar. "Tidak ada hukum yang absolut." tapi saya belajar dan di bimbing dari 0 (nol) oleh fotografer yang cukup ternama di sini. dia motret lebih dari 28 thn. dia foto untuk majalah, buku, postcard, national geographic, dll. jadi paling tidak saya akan berbicara yang mendekati perfect, tapi tidak ada kata perfect ! selain itu saya tidak pernah percaya dengan meter digital camera. menurut saya kadang suka off dengan meter film slr. selain itu saya juga tidak akan pernah percaya dengan incident meter. saya percaya dengan built in meter camera kita. karena incident tidak bisa mengukur turun nya tingkat cahaya yang sampai ke film karena banyak hal. mulai dari lensa, ataukah filter, teleconverter, extention tube, dan masih banyak lagi.tetapi kalau camera nya tidak ada metering nya yah tentu berguna, hehehehe :) hm masalah bracketing itu saya lakukan tapi tidak sampai ke arah + dan - yang mana itu jauh sekali perbedaan nya. saya melakukan bracketing hanya kalau saya kurang percaya pada diri sendiri. misalkan saya ragu apakah saya perlu +1 atau +1.5. tetapi bukan +1.5 atau -1.5. jauh sekali itu kak. tapi ini kalau saya lho..... kalau menurut anda salah yah tentu nya jangan di ikuti :) semoga membantu.
Adi, Jawaban anda menarik! Boleh tahu siapa nama guru Anda di Iowa? Kalau ada website nya boleh juga tuh biar bisa ngambil elmu kudu dari beliau pula :) Kira-kira 8 tahun yang lalu, saya dulu berguru "ilmu fundamental persilatan dengan cahaya" dengan Pak Larry E. McPherson, data beliau ada disini. Beberapa karya beliau dipajang di Guggenheim di SoHo, NY. Gurunya sih hebat, tapi muridnya aja yang "geblek" ;) PS: Anda suka 'crispy chicken' di restoran Taipei di Ames?
Oleh: Judhi Prasetyo. (38908) 20 tahun yang lalu
Karena kamera saya tidak bisa auto bracketing (maksudnya untuk exposure) maka saya lakukan seperlunya secara manual. Itupun hanya untuk yang digital supaya hemat. Making sering kita motret dengan kamera tersebut, makin tidak perlu bracketing. Karena kita sudah tahu slaag-nya si kamera, dan kompensasi +/- dari cahaya yang terukur di meteran pun bisa dilakukan dengan perasaan. Kalaupun meleset paling cuma sedikit dan masih tertolong oleh software. Terimakasih.
Mas Judhi yang ber-slaag, Mas Judhi betul juga. Gulab Jamun milik kami (300D) mengakui bahwa dia punya fungsi auto bracketing tapi saya lebih suka melakukannya secara manual; saya lakukan bracketing karena saya belum punya 'slaag' itu tadi (mohon maklum, saya pemain baru di era digital ini) dan lebih karena rasa penasaran saja; ingin tahu hasil nya kalau -1EV dan -1/3EV itu spt apa. PS: Bagaimana caranya mendapatkan 'slaag' nya kamera? Apakah harus sering digauli untuk foto malam2 di Geylang (dari kata ber-gaul lho)?
Gampang kok, berlatih minimal 70 jepretan setiap hari atau kira2 setara dengan 2 roll film :D
hm mas indi buset dah. kok bisa tau sampe ada restaurant taipei segala di sini? itu restaurant nya orang indonesia di sini. selain harga nya murah, porsi nya pun juga terasa pas. siapa guru saya: Rod planck. website nya ada di www.rodplanck.com wah mas indi tau banyak rupanya yah ttg kota saya. apa anda dulu sekolah di sini?
Adi, Sptnya anda punya guru yang asik sekali! Wah slaag nya beliau pasti hebat sekali karena tidak pernah bracketing. Saya ini saking masih amatiran jadi harus bracketing terus, sampe2 cari2 hubungan antara Bracketing dan restoran Taipei, secara analogis begini: -Hari pertama, beli 2 potong krispi ciken -Hari kedua, beli n 1 potong krispi ciken plus comot 1 potong dari piring teman +1EV -Hari ketiga, beli 1/2 potong krispi ciken plus comot 1-1/2 potong dari piring teman -1/2EV Hari keempat itung2 berapa untung rugi nya dari segi pengeluaran di dompet, dan kenikmatan di perut/lidah, plus resiko kena penyakit yang ada di piring teman dan yang lebih parah lagi... resiko malu :) Ames itu kota kecil nan nyaman tapi harus hati2 dalam mencomot makanan dari piring teman - jaga image lah... jaim.