Oleh: Feri Latief (10508) 21 tahun yang lalu
Tadi siang saya menemani Elsa Anggraini (dari namanya saja mbak Elsa ini sudah menggandung unsur fotografi: Graini!) yang dapat tugas memotret Gunawan Muhammad (GM) di markasnya Utan Kayu, Rawamangun. Beberapa hari sebelum hari pemotretan Elsa sempat 'ngintip' markas Utan Kayu untuk riset dan observasi dan mungkin juga sambil mencari titik-titik strategis yang bagus untuk lokasi pemotretan. Bahkan Elsa memborong buku-buku GM di toko buku 'Kalam' yang memang ada di sana. Janjiannya jam 2 .00 siang, karena tak ingin terlambat kami datang jam 1.00, lebih cepat 1 jam, biar kesannya profesional gitu. Sampai di sana ternyata GM belum tiba, oleh sekretarisnya kami di suruh menunggu sampai beliau datang. Oke, lalu kami nongkrong di kantin 'Kedai Tempo' untuk menunggu. Nah, ketika menunggu ini kami berdiskusi soal 'adegan' potret GM. Elsa ingin GM di potret di halaman kantin itu dengan latar gambar Aung Sun Ky, sang reformer Miyanmar itu yang tertapampang di salah dinding dekat kantin. Dan juga beberapa ide lain mengalir berkenaan dengan pemotretan GM ini. Pokoknya keinginan kami besar sekali agar bisa 'ngatur-ngatur' GM dalam pemotretan nanti. Kebetulan saya bawa lampu studio dari rumah dan niatnya sih akan dipakai dalam pemotretan nanti. Pokoknya hasilnya harus keren sesuai konsep yang sudah ada di kepala. Sedang asyik ngobrol...eh...kami disuruh masuk menemui GM yang ternyata sudah ada di ruang kerjanya. Aneh nih orang...saya nggak lihat masuknya kok tiba-tiba ada. Mendengar panggilan itu kami bergegas tergopoh-gopoh untuk menemui GM di ruangannya. Saya sampai lupa membawa lampu studio yang masih ada di mobil padahal sesuai dengan konsep yang ada di kepala saya lampu itu akan saya perlukan. Begitu masuk ruangan GM langsung badan panas dingin, grogi, nervous, bingung entah mau ngomong apa. Elsa membuka pembicaraan bla...bla...bla...bala...bala...bala...bulu...bulu...bele...bele...”Ya, langsung saja silakan foto”, kata GM sambil terus memainkan laptopnya. “Saya begini saja, ya?”, katanya . Sebuah pertanyaan yang tak memerlukan jawaban, otomatis dengan pernyataan itu kami tak bisa memintanya untuk berpose sesuai dengan konsep kami. Pengen sih bilang “Pak, bisa bergeser dikit atau Pak bisa menatap ke arah sana?”, tapi lidah saya kok jadi kelu dan tak bisa bicara. Grogi berat! Ini Gunawan Muhammad, Man! Ya sudah mau nggak mau kami memotret GM dengan posisi yang begitu-begitu sampai habis 1 rol film Ilford HP5 400 jatah kami. Sesekali beliau berbicara di telepon, ada pembicaraan pendek dan ada yang panjang sampai hampir setengah jam. Terus sampai bosan kami memotret GM dengan posisi menempon dan mengetik dengan laptopnya. Akhirnya nggak tahan saya bilang, “Pak, ini lukisan Bapak sedang tiduran di bale-bale itu (diruangan GM memang ada bale-bale), siapa yang melukis, pak?” Pertanyaan saya memberondong membuat GM menghentikan kerjanya dan bilang, “Ayu Utami”. Saya timpali,”Yang di bale-bale itu Bapak? Boleh Saya potret dengan posisi seperti itu?” Beliau menjawab, “Maaf, kali ini saya nggak mau diatur-atur”. Nah, rasain lu! Jawaban itu membuat menguap seluruh ide-ide yang ada di kepala. Aduh, kok susah banget sih bikin potret tokoh? Seperti sia-sia kami semua ide-ide yang sudah kami pikirkan. Ya sudahlah, pulang...ah! Kami kembali ke Goethe Institut dan oleh Pak Poriaman ditanya bagaimana hasilnya. Kami ceritakan apa adanya. Pak Poriaman membesarkan hati kami, “Enggak apa-apa baru pertama kali, nanti kalian terbiasa akan hal itu”. Yang penting kami sudah melakukan tugas dengan baik walaupun belum puas rasanya. Awas lain kali hai kamu Gunawan Muhammad! Ternyata sulit ya bikin foto potret itu, untuk menghasilkan karya yang baik tidaklah semudah yang saya bayangkan. Mau ngomong aja takut apalagi mau ngatur-ngatur dan motret sesuai dengan konsep kita. Mungkin memang kita perlu waktu untuk pendekatan yang lebih lama lagi, tapi kalau lama-lama workshopnya kapan selesainya? Lagi pula Pak Poriaman pernah bilang,”Saya sengaja membuat waktu yang sempit agar kamu terbiasa memotret dengan hasil bagus walau dalam keadaan yang susah ”. Sengaja sih sengaja Pak, tapi kira-kira dong...kek...kek...kek....tapi ajaran Pak Poriaman boleh juga kok. Seperti kata Andi Warhol, “Famous Fifteen Minutes”, bahwa manusia cenderung jaga image di awal-awal kenalnya tapi setelah itu topeng akan terbuka sendirinya seperti karya Pak Poriaman ini yang memotret Ong Okh Ham, sang sejarahwan kita.
Susah lho membuat orang terbuka seperti foto Tom Cruise ini yang dipotret ketika sedang minum. Minum itu kegiatan private, biasanya tokoh-tokoh itu tidak akan membiarkan dirinya terbuka seperti ini, tapi tidak bagi fotografer Herb Ritts yang berhasil mengabadikannya. Kalau dibilang gampang, silakan coba potret Rano Karno aja dulu yang lagi minum Teh Botol misalnya, mau nggak ya dia?
Atau seperti Annie Leibovits yang motret Jhon Lenon di kamar tidur yang sangat private itu. Kapan saya bisa motret Presiden Megawati yang sedang main conglak di tempat tidur, misalnya. Bagaimana ya teknik dan triknya agar tokoh kita mau apa adanya ketika dipotret jangan make topeng melulu?
Lihat posisi kaki Miles Davis yang nggangkang terbuka, nggak sembarang celebritis mau berpose terbuka begini. Ini hebatnya pendekatan Anni Leibovits. Coba kalau tadi saya motret Gunawan Muhammad pose seperti ini pasti langsung dibeli Tempo fotonya
Oleh: iing Gunawan, sidoel (27236) 21 tahun yang lalu
wah seru juga kak, emang susah yah moto celebrity. makanya mesti ada pendekatan dulu heheh. saya kemaren kan penasaran soal Aryono Djati, saya iseng aja cari di yahoo or google and ketemu artikelini lumayan menarik buat saya ini artikel dari kompas tentang pak aryono dan gimana dia temenan dulu sama orang yang mao difoto then foto orang itu. Menarik sekali, di liat aja mas.
Dan ini satu lagi betapa dengan pendekatan yang baik “Famous Fifteen Minutes” itu bisa terangkat dengan sendirinya, topengnya Lepas! Ezra Pond oleh Richard Avedon.
Oleh: Widarto Rachbini (24647) 21 tahun yang lalu
kalo mau gampang motret selebriti, jadilah produser atau sutradara. kalo perlu jadi mentri atau gubernur sekalian. dijamin gampang motret selebriti. :)
Oleh: Gladia B. (7718) 21 tahun yang lalu
mas Feri, terimakasih banget atas artikelnya ...tiga jempol, keatas !
Oleh: Tanti Johana (37658) 21 tahun yang lalu
hehehehe... Mas Feri makasih ya udah cerita banyak banget, waktu ngebaca ngikutin jalan fikirnya Mas Feri deh, geli, tapi ada rasa kasian juga... :) Masih berlanjut nih ?
Oleh: Cessy Karina (42569) 21 tahun yang lalu
3 TU untuk ceritanya :) thanks for sharing...
Oleh: Eka Alam Sari (9096) 21 tahun yang lalu
Acik mas Feri bagi2 ilmu terus oi. Walau ketinggalan gak ikut workshopnya, aku jd bisa belajar. Thx a lot. Lain kali beritahu ya. Owiya seleb kita memang jaim (Menanggapi konteks motret Tom Cruise vs Rano Karno dg teh botol). Pernah saya iseng2 ikutan teman ke lokasi syuting, ada Roger Danuarta lagi mau dimake up tapi dia pakai semacam 'tadah liur' gitu, hi hi hi. Waktu itu saya lg bawa 1 rol film BW utk blajar cuci cetak (Yg pertama kali dan smp skr blm pernah lagi :p). Saya berhasil sih dapetin fotonya dia dg posisi santai dll, itu. Tapi dg catatan, dia sempat ngelak awalnya, krn katanya gak mau difoto lagi jelek. Yg gak jaim cuma bangsanya Fathir adiknya Bucek, Nanda Lontoh, Dewi Rezer, dll (Sorry gw tahunya seleb2 remaja). Mengaminkan kata Feri, memang banyak portrait yg sukses dihasilkan setelah kita berhasil menembus 'dinding kebekuan' dg orang itu. Tapi pada prakteknya enggak gampang juga mendobrak dinding pembatas itu. Di majalah Kawanku, seleb2 muda (Pemain sinetron) yg harusnya lebih gampang saja, krn mereka lagi butuh ngetop, susah juga bikin portraitnya. Dan memang benar kalau mereka bisa difoto dg menampilkan sisi lain dirinya (Yg gak jaim), berdasarkan hubungan pertemanan/setelah kenal atau proses pengakraban berapa lama (Ini relatif, bisa cuma sejam). Yg berhasil kayak St Sandy Indra Mahendra, fotografer Kawanku, yg dulu leluasa motret Taufik Hidayat, sampai 'dijuluki' mamangnya Taufik oleh kita2 di Kawanku. Hem, maju terus pantang mundur ya Elsa. Aku mendukung cita-citamu. GBU.
Oleh: Benny Asrul (55279) 21 tahun yang lalu
terima kasih banyak mas atas bagi2 ilmunya...:) sangat2 berguna bagi saya..
Oleh: Leonardus Depari (8476) 21 tahun yang lalu
mm...pingin motret dian sastro di kamar nya...bisa gak ya...
Oleh: Herman Chandra (16264) 21 tahun yang lalu
Thx for sharing... friend :)
Oleh: K Wijaya (9411) 21 tahun yang lalu
hihihihi thanks atas ilmunya....
Oleh: Andi Cakravastia (17256) 21 tahun yang lalu
Mas Feri, Terima kasih banget sharing ilmunya. Saya jadi belajar banyak.
Oleh: Wiratno (11293) 21 tahun yang lalu
thanks..