Begitulah bait pertama pada lagu yang diciptakan Ibu Sud pada tahun 1940. Setidaknya itulah yang terngiang di benak ketika memasuki ruang pameran di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) hari-hari ini.

Di pameran tersebut, kita akan disuguhi sejumlah foto (namanya juga pameran foto... hehehe) dan, yang menarik lagi, beberapa miniatur kapal layar. Ditajuki "Perahu Mayang", pameran foto perahu layar ini memang bukan seperti pameran foto pada umumnya. Lalu, seperti apa?

Kalau biasanya yang dipamerkan adalah foto-foto yang lebih kekinian, di pameran ini malah disuguhkan foto-foto zaman dulu alias lawas. Foto-foto itu didapatkan dan direproduksi dari buku "Zeevisscherij" karangan Dr PN van Kampen tahun 1909, juga dari buku "Het Indische Boek der Zee" tahun 1912.

Jadi, ini sebentuk pameran fotografi dokumenter, yang menunjukkan berbagai jenis perahu layar yang pernah mengarungi lautan Indonesia. Kita tahu, Indonesia merupakan negara kepulauan dan, bisa dipastikan, memiliki budaya kemaritiman yang sudah tertanam sejak masa lampau.

Foto-foto yang dipamerkan dapat dijadikan salah satu acuan untuk menelusuri jejak sejarah kelautan bangsa ini. Pada Candi Borobudur, yang dibangun pada abad ke-8, sudah terdapat relief yang menunjukkan perahu layar nan elok. Artinya, di era tersebut aktivitas kemaritiman sudah dikenal luas.

Aktivitas kemaritiman tentu saja tak sekadar meliputi pelayaran dan pencarian sumber daya laut, tapi juga pembuatan perahu layar beserta peralatannya, pengolahan hasil tangkapan sampai perdagangannya.

Kajian historis-arkeologis telah menunjukkan bahwa di antara abad ke-5 dan ke-15, telah muncul sejumlah kerajaan di Nusantara yang "go international" lantaran kehebatannya di kancah kemaritiman (misalnya Kerajaan Kalingga, Sriwijaya hingga Majapahit), bahkan disegani kerajaan-kerajaan lainnya di Asia Tenggara.

Tradisi atau budaya maritim memang sudah dimiliki bangsa ini sejak ratusan bahkan ribuan tahun silam. Namun, kementerian kelautan baru kita miliki saat masa kepresidenan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Malahan, kemaritiman baru mengeluarkan "taringnya" setelah Susi Pudjiastuti diangkat menjadi menteri kelautan dan perikanan di era kepresidenan Joko Widodo ini.

Terlambatkah? Tak ada istilah terlambat, yang penting langkah maju sudah dibuat. Lebih penting lagi, sebaiknya ingatlah kata-kata Bung Karno: Jangan sekali-sekali melupakan sejarah!

Pameran yang akan berlangsung hingga 20 Oktober 2019 ini setidaknya bisa menjadi sebuah upaya... upaya untuk merawat ingatan pada kehebatan nenek moyang.

"Nenek moyangku orang pelaut | gemar mengarung luas samudra | menerjang ombak tiada takut | menempuh badai sudah biasa..."