Muka
Galeri
Galeri
Foto Terbaru
Menurut Negara
Menurut Provinsi (Indonesia)
Menurut Kamera
Menurut Lensa
Foto Pilihan Editor
Daftar Kategori
Abstrak
Arsitektur
Budaya
Olah Digital
Fashion
Humor
Interior
Jurnalistik
Komersial
Landscape
Lubang Jarum
Makro
Manusia
Model
Nature
Olahraga
Panggung
Pedesaan
Perkotaan
Pets
Potret
Satwa
Snapshot
Still Life
Stock Photo
Transportasi
Wisata
Lain-lain
Bawah Air
Pernikahan
Forum
Forum
Topik Terbaru
Artificial Intelligence
Photography
Bincang Bebas
Pengumuman
Fotografi Umum
Konsep dan Tema
Olah Digital
Fotografi Hitam-Putih dan
Teknik Kamar Gelap
Abstrak & Still Life
Eksperimen & Special
Effect
Infra Red
Jurnalistik & Olah Raga
Landscape, Nature & Satwa
Makro
Manusia (Portrait & Human
Interest)
Model, Fashion & Wedding
Strobist
Street Photography,
Perkotaan, Arsitektur
Underwater
Lomba Foto
Seminar/Workshop/Pameran
Hunting
Kumpul FN & Ucapan
Liputan Acara
Canon
Nikon
Olympus
Fujifilm
Sony
Merk Lain
Asesoris Fotografi
Studio Lighting
Printer & Scanner
Artikel
Artikel Terbaru
Seputar Fotografer.net
FN Video
Berita Fotografi
Portfolio dan Photo Story
Teknik Fotografi
Opini dan Editorial
Exposure: Be Inspired
Exposure: Photo Essay
Exposure: My Project
Exposure: Traveling
Exposure: Perangkat Foto
dan Olah Foto
Cari:
Galeri
Forum
Artikel
Register
Login
Home
Artikel
Opini dan Editorial
Hak Cipta Foto: Belajar Dari Kasus Media Indonesia
Hak Cipta Foto: Belajar Dari Kasus Media Indonesia
Tanggal: Jumat, 21 Apr 2006 12:14 PM
Oleh:
Teguh Trilistyono
0
Karya fotografi merupakan salah satu bentuk cipta kreasi yang dilindungi oleh Hak Cipta. Jangan pernah coba memublikasikan atau menggunakan foto karya orang lain tanpa seijin fotografer yang bersangkutan. Akibat hukumnya bisa jadi akan sangat memberatkan.
Majalah Berita Mingguan Tempo, edisi 9 April 2006, pada halaman 88 memuat artikel tentang kasus gugatan hak cipta yang melibatkan seorang fotografer bawah laut melawan Harian Media Indonesia. Kasus bermula ketika pada bulan Februari 2004 lalu, Michael F.E. Sjukrie, seorang instruktur selam, diminta menjadi pengawas selam oleh tim ekspedisi Metro TV yang akan mengadakan peliputan panorama bawah laut di perairan Sorong, Papua. Dalam tim tersebut ikut pula fotografer Media Indonesia, Adam Dwiputera.
Di sela-sela menjalankan tugasnya, Michael mengabadikan panorama bawah laut dengan menggunakan kamera khusus bawah air miliknya. Sesekali Michael meminjamkan kamera tersebut kepada Adam. Malam harinya, mereka terlibat diskusi tentang foto-foto tersebut, sekaligus saling bertukar foto.
Pada 27 Februari 2005, Media Indonesia menurunkan suplemen berjudul "Panorama Papua", dengan memuat beberapa foto hasil jepretan Michael. Tetapi foto-foto itu ditulis atas nama Adam, beberapa bahkan disebut sebagai "istimewa" tanpa menyebutkan nama Michael.
Merasa dirugikan, Michael menghubungi Adam dan meminta dilakukan ralat. Janji Adam untuk segera melakukan ralat tidak kunjung terpenuhi, malahan pada tanggal 15 Juni 2005 tampil lagi sebuah foto milik Michael di harian yang sama. Lagi-lagi atas nama Adam. Michael kemudian menunjuk
lawyer
untuk mengurus kasus pelanggaran hak cipta tersebut. Michael meminta foto-fotonya dibayar cukup besar, karena menurut dia, disamping membutuhkan peralatan khusus, foto-foto tersebut tergolong sebagai foto
moment
, karena merekam momen yang tidak dapat diulang lagi.
Upaya perundingan dan damai yang diupayakan tidak membuahkan hasil. Pada awal Juli 2005, Media Indonesia sempat memuat permintaan maaf sehalaman penuh dan memuat lengkap foto-foto karya Michael. Perkara tersebut menggelinding ke meja Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Melalui putusan yang dikeluarkan Oktober 2005, PN Niaga memenangkan Michael dan menghukum Media Indonesia membayar ganti rugi kepada Michael sejmlah Rp.120 juta.
Merasa tidak puas, Media Indonesia mengajukan upaya hukum kasasi. Lagi-lagi, Media Indonesia harus menerima kenyataan pahit. Mahkamah Agung pada 18 Januari 2006 justru menguatkan putusan pengadilan Niaga yang memenangkan Michael. Cuma, besarnya ganti rugi diperkecil menjadi Rp. 45 juta 'saja'.
Media Indonesia melalui kuasa hukumnya menyatakan kemungkinan mereka akan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Sambil menunggu kelanjutan kasus ini, mari kita memetik hikmah dari kejadian tersebut. Ada sebuah pelajaran berharga bagi kita para fotografer, baik yang amatir maupun profesional. Ketika kita, suatu waktu, mendapati adanya pelanggaran hak cipta atas foto-foto karya kita atau foto karya rekan kita, tindakan apa yang akan kita lakukan? Berdiam diri saja, menerima keadaan, menyumpah serapah atau melakukan perlawanan?
Apa yang coba ditempuh oleh rekan Michael perlu kiranya untuk dipertimbangkan. Saya teringat beberapa waktu lalu, beberapa rekan FNers mengadukan foto-foto mereka yang dipergunakan pihak lain tanpa seijin mereka. Yang juga disayangkan, situs tercinta kita ini masih saja belum bersih dari pembajakan foto di antara sesama
member
. Sering kita dapati seorang
member
yang sangat terobsesi untuk memajang karya foto, tetapi kemudian melakukan jalan pintas dengan 'mencuri' foto orang lain atau mengambil dari internet. Itu namanya pelanggaran hak cipta, yang pelakunya dapat dijerat dengan Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Jadi, bagi yang pernah, doyan atau sedang berencana untuk membajak foto karya orang lain, berhati-hatilah!
Untuk Saudara Michael, salut buat Anda dan maju terus, jangan pantang menyerah memperjuangkan hak cipta foto Anda. Saya yakin jika PK benar-benar akan diajukan oleh Media Indonesia, Mahkamah Agung yang (mudah-mudahan telah) berpikiran maju akan menolaknya. Ini akan menjadi
yurisprudensi
yang
penting bagi penegakan hukum hak cipta, terutama hak cipta atas karya fotografi.
Komentar
Error Found
×
×
Login
Email address/Username:
Password:
Ingat saya