Beberapa waktu lalu, saya sempat membuka sebuah website….Website tersebut memuat fotografer-fotografer legendaris dunia. Ansel Adams, tentunya, Sebastiao Salgado, Yousouf Karsh dll. Satu per satu fotografer saya amati galerinya, kemudian saya tafsirkan makna yang ingin disampaikan oleh sang fotografer. Tak lupa saya mempelajari komposisi, lighting, dan momentnya. Memang luar biasa mereka.
Akan tetapi, satu hal juga yang perlu dicermati adalah bahwa mereka sangat konsisten dengan karyanya. Artinya, jenis fotografi, objek yang diambil, dan gaya penyajiannya antara satu foto dengan lainnya sangat berciri. Dan, dengan kekonsistenan itulah maka mereka sangat dikenal di dunia fotografi. Ambil contoh, jika Ansel Adams kita sebut namanya., maka dalam benak kita akan langsung muncul karya-karya landscape hitam-putihnya. Atau, Yousouf Karsh foto-foto tokoh dunianya dan Salgado dan Nactwey dengan foto jurnalistiknya yang selalu dramatis.
Sesungguhnya bukan cuma di dunia fotografi, di cabang seni/hobi lain pun demikian. Seni lukis misalnya, atau sinema. Affandi dan Basuki Abdullah, dua pelukis beda gaya. Atau George Lucas dan Woody Allen, juga dua nama besar dengan gayanya yg kontras.
Lalu apakah mereka tidak pernah “melenceng” dari gayanya dan selalu konsisten motret itu-itu saja. Jawabannya mungkin. Seorang Nachtwey, misalnya, sesekali boleh saja memotret kupu-kupu yang kebetulan ada di taman depan rumahnya. Kenapa tidak? Tapi, satu hal, kemungkinan ia tidak akan mempublikasikan foto kupu-kupunya itu. Cukup disimpan di studionya dan dinikmati sendiri. Hasil perjalanannya ke Balkan, Indonesia, Afrika dll itulah yang tentunya akan dipublikasikan. Atau jangan-jangan Ansel Adams pernah motret bintang Hollywood? Mungkin saja.
Tulisan ini sebenarnya hanya tulisan ringan yang ingin mengajak teman-teman berpikir ulang atau merefresh, apakah kita tidak ingin seperti mereka. Maksudnya, bukan seterkenal mereka tapi minimal kita dikenal karena karya kita yang konsisten. Sebenarnya untuk meraih kekonsistenan sangat amat mudah. Mengapa? Bukankan ketertarikan kita terhadap suatu objek sudah terbentuk jauh sebelum kita suka motret? Saya suka alam ciptaan Tuhan...indah untuk diabadikan. Atau, wah si sexy itu pasti bagus kalau saya abadikan dengan gaya begini. Atau…uh andai saja saya bawa kamera…Lihat! Pengamen itu dikejar-kejar polisi sampai masuk kampung! Nah, dari benak kita sebenarnya kita sudah punya ketertarikan terhadap objek tertentu. Ikutlah kata hati dan nurani Anda.
Adanya kamera digital dan terutama digital darkroom jelas sangat membantu kita memperbaiki/editing, memanipulasi foto dan membuat kemasan foto kita menarik. Dan ini membantu kita semakin dapat membentuk ciri/karakter/kemasan foto kita. [Tapi, awas jangan sampai terjebak: Barang jelek dikemas indah]. Bentuklah gaya sendiri.
Nah sekarang, coba lihat di komunitas kita (FN), seberapa gelintir teman kita yang mudah dikenang dan dikenal dari karyanya. Sebutlah namanya, dan ingat-ingatlah karyanya. Apakah cukup konsisten, konsisten atau sangat konsisten? Atau kita balik. Jika kita membicarakan foto macro….siapa yang anda ingat lebih dahulu?Landscape? Human interest? Potrait? Mode?...Sesungguhnya dengan adanya website semacam Fotografer.net ini membantu kita membentuk gaya, karakter foto kita, sebelum (barangkali) go proffesional. Di komunitas ini kita seolah ditempa dan diyakinkan apakah kita sudah dijalur yang benar: Akan konsisten atau sudah konsisten. Atau, Anda hanya ingin menjadi angin lalu tanpa ada yang mengenal dan mengenang karya Anda?
Penulis