The Indonesian photographers are a serious bunch in terms of style and execution. While we shoot, they hunt for photographs. To them, hunting suggests a keen awareness for both the intended prey and one’s surroundings. The “prey”, i.e., subject matter is identified as grounds are surveyed. Once the “where”, i.e., positioning is determined, they set up camp and deployed their arsenal of lens and filters. All that remains is the “when”, the exact timing to activate the shutter. The hunter organizes the entire photographic hunt into small manageable components of “what, when and where” and tackles them separately.

Central Java can be an overwhelming experience. A land blessed with hospitable people who are guardians to wonderful world heritage like the Prambanan and Borobudur temples. From noisy streets flooded with scooters, motor vehicles and horse drawn carriages to quiet tracks leading to padi fields, there was no lack of photo opportunities. The sheer abundance of subjects can overwhelm any photographer with an uncontrollable visual overload.

I tried to play tourist, wandering around and hoping that something will manifest before my lens. On hindsight, this exercise was a terrible failure in futility. Feeling lost, I chatted with the Indonesians and learnt that they have journeyed from different parts of Indonesia for this trip. Despite the language barrier, they are patient, ever eager to listen and share what they know. I learnt that Fotografer.net is essentially a gathering of four generations of photographers linked by a common love for the craft.

Photography is a journey, never an end. A photo bears the photographer’s statement to the world. Some photographers are better able to convey their messages across, aided by a deeper understanding and love of the subject matter. The Indonesian hosts exhibited true generosity, ensuring that whatever space they require was bare minimum and not intrusive to others. They shared because they know no one has a monopoly on beautiful images. They also probably prefer to focus on capturing the moment than unnecessary squabbling. They focused on the task at hand and gave their 100%.

The late Ralph Steiner wrote, “but you still have not told me in which direction to point the camera – and this is what matters.” My reply is to listen to your heart, be very hard on yourself, be generous to others and keep shooting.



Fotografer-fotografer Indonesia adalah sekumpulan orang yang serius dari segi penampilan dan cara memotret. Bagi kami, memotret adalah berburu foto. Bagi fotografer Indonesia, menurut saya, hunting bisa berarti mencari "mangsa" sembari melihat apa yang bisa difoto di sekitar mereka setiba di tempat tujuan. Kata "mangsa" dipakai untuk menyebut tempat tujuan yang telah direncanakan. Sementara "tempat" bisa diartikan, setelah menentukan posisi memotret dilanjutkan dengan mengeluarkan segala perlengkapan, lensa dan filter. Selebihnya adalah hal-hal yang berkaitkan dengan "waktu", yakni waktu yang tepat untuk menekan tombol pelepas rana. Para pemburu-pemburu foto ini membagi rangkaian hunting foto menjadi beberapa komponen kecil, yakni "apa, kapan, dan di mana" dan mengorganisir komponen-komponen itu secara terpisah.
 
Daerah Jawa Tengah adalah tempat yang menakjubkan. Daerah ini diberkahi masyarakat yang ramah, yang menjadi penjaga warisan budaya dunia seperti Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Tak ada hal yang tak bisa difoto, mulai dari jalanan yang bising lantaran penuh dengan skuter, sepeda motor dan dokar sampai ke tempat-tempat sepi seperti sawah. Subyek foto yang berlimpah ini dapat membuat fotografer manapun kebingungan karena demikian banyak hal yang bisa dilihat dan difoto.

Saya mencoba untuk menjadi turis, berkeliling-keliling dan berharap menemukan sesuatu untuk difoto. Daripada jadi seperti orang hilang, saya mengobrol dengan teman-teman fotografer Indonesia dan lantas mengetahui bahwa ternyata mereka datang dari berbagai tempat di Indonesia untuk hunting kali ini. Mengesampingkan kendala bahasa, saya melihat fotografer Indonesia sebagai orang yang sabar, mau menjadi pendengar dan berbagi pengetahuan. Saya kemudian menyadari bahwa Fotografer.net adalah semacam tempat berkumpulnya 4 generasi fotografer yang disatukan dengan kecintaan yang sama terhadap fotografi.
 
Fotografi adalah sebuah perjalanan, yang tak berujung. Sebuah foto membawa pesan fotografernya kepada dunia. Sejumlah fotografer merasa lebih cocok menyampaikan pesan-pesannya melalui foto, didukung dengan pemahaman yang mendalam dan kecintaan terhadap subyek fotonya. Rekan-rekan tuan rumah di Indonesia menunjukkan keramahan yang tulus, terlihat dari ketika memotret mereka mengambil tempat seminimum mungkin agar tidak mengganggu sudut pandang rekan yang lain. Rekan-rekan di Indonesia mau berbagi lantaran mereka sadar bahwa siapapun bisa membuat foto yang indah. Mereka juga terlihat seolah-olah lebih suka memusatkan perhatian hanya pada memotret daripada mengobrol yang tak perlu. Memfokuskan diri pada tujuan dan memberikan yang terbaik.
 
Seorang Ralph Steiner menulis, "tetapi Anda tetap belum memberi tahu saya ke mana harus mengarahkan kamera - padahal inilah yang terpenting." Saran saya, dengarkan kata hari, berkeras pada diri sendiri, berlaku baik kepada rekan-rekan yang lain dan tetaplah memotret.***

* Terjemahan oleh Kristupa Saragih