Dear Rekan-rekan FN

Beberapa hari lalu Saya menguplod sebuah foto dengan judul "Muhamad Wahyono" (kategori jurnalistik) seorang bocah invalid bawaan (foto terlampir) dengan sedikit keterangan tambahan yang relevan.
Muhamad Wahyono biasa dipanggil Mamat, tidak mempunyai kaki dan tangan, umur 5 tahun, tidak mau memakai pakaian, tidurnya tidak mau di kasur, paling suka direndam di air.

Baru beberapa menit setelah saya UL ternyata mendapat respons yang begitu banyak dari rekan-rekan FN baik yang memberi TU maupun seorang yang memberi 3TD.
Sekitar 20 menit kemudian saya mendapat chat dari Mas Kristupa (terima kasih sekali Mas Kris telah mengingatkan)yang menanyakan apakah penayangan foto tersebut sudah mendapat ijin dari orangtua atau wali, saya jawab 'Ya' karena penayangan foto tersebut seijin pihak BN (Bhakti Nusantara) --sebuah komunitas supranatural-- yang menyelenggarakan pagelaran pengobatan dan pameran supranatural dan Ibu dari Mamat.
Tetapi karena berbagai pertimbangan dan hati nurani saya mengatakan bahwa kesedihan dan penderitaan mamat tidak perlu 'dipertontonkan' maka belum genap 1 jam foto tersebut saya hapus (saya tidak mau 'mengekploitir' Mamat hanya untuk sebuah TU ), mohon maaf kepada rekan-rekan semua yang telah mau berbagi karena fotonya telah saya hapus.

Yang jadi pertanyaan saya --karena saya sangat pemula--- dan buta tentang foto jurnalistik:

• 1. Batasan-batasan layak tidaknya sebuah foto jurnalistik ditampilkan/dimuat? (pada kasus diatas, sebenarnya foto Mamat sudah dimuat diberbagai media cetak lokal).

• 2. Apakah bisa kita mengirim foto ke sebuah media untuk dimuat padahal kita bukan pewarta foto/koresponden/kontributor?

Mohon pencerahan dari rekan-rekan, dan mohon maaf bila tidak berkenan
Salam
Wiratno

Mas Wiratno, sayang sekali saya tidak sempat melihat foto ini. Saya hanya bisa mengungkapkan kesedihan dan miris melihat keadaan seorang anak manusia yang tidak beruntung dilahirkan sempurna ke dunia.

Foto Jurnalistik = foto yang mewartakan. Menurut saya tidak salah kalau Anda menampilkan foto di atas, cuma akan lebih baik kalau foto tersebut ada 'misi'-nya contohnya dengan menampilkan foto tersebut di salah satu media dengan harapan akan mengetuk nurani orang lain untuk menolong Mamat. Sebagai Donor atau Penyandang dana. untuk kategori Jurnalistik sebaiknya disertai keterangan yang jelas, apa, siapa, mengapa, bagaimana. Lebih bagus lagi kalau di buat ceritanya. Memang tidak mudah untuk membuat dan menampilkan foto seperti ini, salah-salah bisa di anggap exploitasi.tipis sekali. Salam, :)

Mas Wiratno,

Menurut saya pribadi, foto yang anda lampirkan, terus terang tidak layak untuk dimuat. Meskipun beberapa media sudah memuatnya, jelas pertimbangan media ini untuk memberikan informasi, bahwa masih ada anak manusia yang sama sekali tidak beruntung. Jadi penekanannya di muat disini lebih pada untuk mengetuk hati saudara lainnya.

Namun, kalau penekanannya di luar "mengetuk kepedulian" pendapat saya, sama sekali tidak layak untuk dimuat. Karena memang itu memang hanya untuk konsumsi pemberitaan dari satu sisi saja. Jadi ini persis semacam penanyangan korban kecelakaan yang sampai mati ataupun meninggal dunia, itu sama sekali tidak layak.

Mungkin itu pendapat pribadi saya, jika tidak berkenan, mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Salam,

-Bagus-

New York Institute of Photography menjelaskan: "photojournalism is telling a story with one picture or more". Jadi, jelas dari defenisi singkat ini foto jurnalistik itu adalah foto-foto yang cukup bercerita tanpa harus berkata-kata (biar foto yang bicara). Terkadang satu foto sudah cukup, namun tidak jarang dibutuhkan beberapa seri foto untuk "bercerita" (essay foto). Namun, bila foto saja belum mampu berbicara, terkadang kita harus menyertakan teks foto yang sebisa mungkin mengungkapkan 5W + 1 H (What, When, Where, Who, Why dan How). Foto Mas Wiratno sendiri bagi saya pribadi juga merupakan foto jurnalistik, walaupun agak kurang menyentuh. Coba Mas Wiratno masukan unsur keluarga dan aktivitas si Mamat (misalnya waktu dia berendam di air dimandikan oleh ibunya) saya yakin news value-nya jadi tambah bagus, dan yang pasti lebih menyentuh dari sisi human interest. Saya rasa ini aja Mas, mohon maaf kalo kurang berkenan...

tega kalau muatnya benar-benar "pure" seperti itu.... bolehlah foto Adik Wahyono itu dimuat, tapi harus bercerita baik dalam bentuk foto tunggal maupun essay foto. Bercerita dalam arti harus diungkapkan sisi lain kehidupan diri Adik Wahyono, seperti: kasih sayang dari orang tua, kemandirian dari Adik Wahyono, dll. Salam buat Adik Wahyono

Saya sependapat dengan Mas Haris Wijaya dan Mas Arie Basuki. Untuk etika di Indonesia mungkin foto yang anda tampilkan masih terlalu vulgar. Kalau Anda ingin menampilkan barangkali bisa ditampilkan aktivitas keseharian dari adik Mamat, hal tersebut justru akan bisa lebih membangkitkan simpati dari orang yang melihatnya. Alangkah bagusnya lagi kalau ditampilkan dalam bentuk esai. Foto jurnalistik mutlak harus memuat caption atau keterangan foto. Mungkin sebuah foto yang kuat sudah dapat menggambarkan kondisi yang ingin ditampilkan, banyak yang bilang biar foto yang bicara. Menurut saya, dalam foto jurnalistik hal ini masih belum cukup, tetap harus ada caption. Dalam jurnalistik unsur 5W+1H sangat penting dan mutlak ada. Kalaupun ada foto yang visualnya sudah kuat namun tanpa caption, masih kurang untuk disebut sebagai foto jurnalistik. Pembaca media perlu juga tahu informasi dari foto tersebut. Sebagai contoh adalah foto Kevin Campbel pemenang pulitzer sepuluh tahun lalu yang menggambarkan anak kelaparan diintai burung pemakan bangkai. Orang yang melihat mungkin sudah bisa bersimpati dan tahu apa yang digambarkan dalam foto tersebut, namun orang tentunya gak bisa segera tahu siapa anak itu, di mana kejadiannya, kenapa bisa begitu, kapan terjadi, dsb. Di sinilah pentingnya caption dalam foto jurnalistik. - Mengenai batasan foto yang bisa dimuat di sebuah media semua itu tergantung kebijakan keredaksian sebuah media. Akan lain foto-foto yang tampil di sebuah koran kriminal dengan foto yang tampil di koran politik. Yang pasti batasan seperti ini sulit ditetapkan. - Sangat terbuka sekali bagi siapapun untuk bisa mengirimkan foto yang dibuatnya agar bisa dimuat di sebuah media. Asalkan foto Anda memiliki nilai berita yang dianggap tinggi oleh media tersebut, maka foto Anda bisa dipakai tentu dengan persetujuan Anda. Banyak contoh pewarta foto freelance yang mengirimkan karya-karyanya ke sejumlah media atau kantor berita lokal atau asing. Untuk setiap foto anda yang akan dipakai, anda berhak mendapatkan imbalan sesuai perjanjian. Semoga bermanfaat....

Segala sesuatu,tergantung niatnya. Tapi......kalau berbicara dengan kacamata foto jurnalistik, menjadi lain,...segala sesuatu tergantung 'anglenya (sudut pengambilan)'. Anda nggak perlu berkecil hati. Wong namanya nggak tau, diapa-apakan yang nggak tau. Mungkin ada gunanya anda nulis di fotum ini,untuk masukan. Berhubung di FN ini anggotanya sangat heterogen dari sisi pengetahuan fotografinya, latar belakang style fotonya, maupun latar belakang pendidikannya. Kalau menurut saya (kebetulan saya pewarta foto yang tiap hari berkesempatan motret dengan obyek seperti foto anda), foto itu tetap syah dan pantas di sajikan di media massa. Hanya saja,......anda harus memilih angle yang memanusiakan obyek foto itu. Jangan terlalu vulgar. Dan niatnya pun harus jelas dan lebih humanis. Tidak sekedar melulu obyek foto anak itu, tapi bisa saat ia bergurau dengan keluarganya atau yang lain. Kemudian ijin tayang dari keluarganya HARUS RESMI dan JELAS. Ini hanya sekedar urun rembug mas.Demi kebaikan kita bersama.Tapi saya tetap salut dengan niat anda yang bisa mengetuk hati anggota FN (termasuk saya) yang sering lupa bersyukur dengan kenikmatan dan keindahan yang diberikan ALLLAH SWT kepada diri kita. Semoga kita semua sadar......Amin.

Terima kasih:

• Mas Widya, Mas Kartika, Mas Haris, Mas Ari, wawasan saya sedikit terbuka.

• Mas Iwan kalo bisa kirim artikel ke FN, saya akan banyak belajar dari anda

• Mas Eric, kapan-kapan boleh kirim ke SURYA khan?.
  
  Salam dari murid
  Wiratno

Batasan-batasan foto jurnalistik, mungkin saya kurang tau pastinya ya, karna saya tdk tahu persis teorinya. Buat saya pribadi, foto Mas Wiratno salah satu kategori itu. Tapi kan, dlm foto jurnalistik tidak hanya 'mempertontontan' apa yg seharusnya dipertontonkan.....apalagi untuk massa. Boleh lah, kita sebagai jurnalis foto tahu apa ygterjadi dilapangan, tapi bukan berarti harus kita sajikan mentahannya. Kan kalo kita 'lunch' di hotel mesti siap saji, udah di masak, enak, nikmat, harum, bikin ngiler....demikian juga dengan foto jurnalis, yg menurut saya, kita sbg fotografer juga tidak menyajikan yg mentahannya. Seperti masukan temen-temen diatas, kita bisa mengambil angel yg lbh 'manusiawi' mungkin, tidak hanya mengejar 'nilai beritanya' dengan menampilkan seadanya dia..... Mungkin banyak sekali kekurangan saya, sorry, itu cuma pendapat pribadi. semoga bermanfaat.

B-) :) :P :>

:P :> :< :) :( :O

B-)
:>
:<
:)
:(
:?